Hilangkan Korupsi, Layanan untuk Militer China Dihapus
- www.asiadailywire.com
VIVA.co.id - Pemerintah Republik Rakyat China telah memerintahkan Tentara Pembebasan Rakyat China (People's Liberation Army / PLA) untuk mengakhiri semua fasilitas negara nonmiliter, atau yang tidak berkaitan dengan pertahanan negara, dalam tiga tahun ke depan.
Kebijakan ini sebagai bagian dari upaya kampanye antikorupsi Presiden Xi Jinping untuk mendorong reformasi di tubuh militer China agar lebih profesional dan siap tempur di masa depan.
Mengutip situs Reuters, Senin, 28 Maret 2016, dalam maklumat Kementerian Pertahanan China menyebut larangan ini atas perintah langsung Presiden Xi. Kebijakan ini berlaku untuk tentara reguler, polisi paramiliter dan sektor bisnis konstruksi serta pembangunan gedung.
Meskipun tidak secara detail menyebutkan, namun sasaran dari kebijakan ini termasuk rombongan seni militer, pabrik penerbitan dan transportasi serta rumah sakit militer yang menerima pasien sipil.
Jumlah tentara PLA mencapai 2,3 juta personil. Ini merupakan jumlah pasukan militer terbesar di dunia.
Sejak 1998, Komisi Militer Pusat (Central Military Commission / CMC) diperintahkan untuk melepaskan diri dari kerajaan bisnis besar seperti mengelola pabrik dan perusahaan transportasi. Langkah tersebut dipandang sebagai pemantik korupsi dan indisipliner.
Putaran terakhir dari reformasi militer ini adalah mereorganisasi struktur komando dan mengurangi jumlah pasukan sebesar 300 ribu personil. Termasuk didalamnya penghapusan unit nontempur serta alat utama sistem persenjataan (alutsista) usang.
AL dan AU diperkuat
Tak hanya itu. Reformasi ini juga mengubah skema jumlah personel, yang dari sebelumnya bertumpu pada kekuatan angkatan darat, lalu bergeser ke angkatan laut dan angkatan udara. Saat ini, peralihan kekuatan sudah mencapai 73 persen dari total pasukan.
Pergeseran ini bukan tanpa maksud. China melihat ancaman nyata di masa depan berasal dari laut dan udara, utamanya menyangkut kepentingan negeri Panda.
Dan, hal itu sudah dirasakan oleh China. Sebut saja konflik Laut China Selatan, Laut China Timur, dan Taiwan yang masih "mengganggu" dengan keinginannya untuk merdeka.
"Itu semua merupakan ancaman nyata untuk China," kata Gong Fangbin, seorang profesor dari PLA's National Defence University. Ia mengatakan, kebijakan ini jelas sebagai bagian dari upaya memodernisasi militer.
"Layanan yang selama ini dinikmati justru mendorong korupsi. Sementara militer tugasnya mengamankan negara. Jadi, ini sangat bagus karena tujuannya satu, meningkatkan kemampuan tempur," tuturnya.
Kampanye reformasi antikorupsi Xi yang diluncurkan sejak tiga tahun lalu kini sudah memakan korban. Diantaranya, dua mantan Wakil Ketua Komisi Militer Pusat, Guo Boxiong dan Xu Caihou.
Xu meninggal karena kanker tahun lalu sebelum dirinya diadili. Sementara Guo belum menghadapi pengadilan.