Australia 'Pegang Kartu' Konflik AS-China
- Reuters
VIVA.co.id - Amerika Serikat berencana mengirim pesawat pembom berat jarak jauh, B-1, yang ditempatkan di Australia untuk dikirim ke Laut China Selatan (LCS). Langkah ini sebagai tindakan balasan atas penempatan rudal dan radio telekomunikasi China di sana.
Namun, rencana Washington tersebut membuat marah Beijing sehingga memantik ketegangan di wilayah yang disengketakan itu.
Mengutip situs Sputniknews, Jumat, 11 Maret 2016, Guru Besar Diplomasi Internasional dan Keamanan Manusia dari Royal Melbourne Institute of Technology University, Joseph Siracusa, mengatakan, konflik ini menjadi menarik karena melibatkan Australia sebagai pihak ketiga.
Siracusa menjelaskan, langkah AS melibatkan Australia dalam kebuntuan diplomasi dengan China menunjukkan bahwa situasi di LCS akan menjadi 'intensif subjek' untuk enam bulan ke depan.
Tit-for-tat
"Ini disebut strategi tit-for-tat, di mana Australia terjebak antara dua 'sahabat'. Dikatakan begitu karena satu sisi China adalah mitra dagang. Namun sisi lain, AS merupakan sekutu militer nomor satu di kawasan Pasifik," ungkap Siracusa.
Untuk itu, ia melanjutkan, Beijing harus berusaha namun berhati-hati menjauhkan Australia dari AS dalam konflik ini. Upaya itu sebagai sarana untuk meredakan ketegangan, di tengah situasi keseluruhan yang tampaknya mencapai titik nadir yang tidak bisa kembali.
"Pemerintah Australia tahu kondisi ini dan kini sedang memainkan 'kartunya'. Mereka ingin melibatkan AS lebih dari sekadar isu LCS. Mereka (Australia) berada di atas angin sekarang, dan kalangan masyarakat serta militer berada di belakangnya (pemerintah)," ujar dia.
Pergeseran keseimbangan
Bagaimana dengan posisi AS sendiri? Siracusa mengungkapkan, Washington jelas telah mengambil keuntungan dari situasi sekarang.
Memanfaatkan kedekatan militer, AS bergegas memperkuat hubungannya dengan militer Australia dalam upaya untuk menggeser keseimbangan kekuasaan di wilayah Pasifik.
"Saat ini, Presiden Obama sedang mempertimbangkan dua hal. Membuat keseimbangan atau menggeser keseimbangan. Sepertinya pilihannya ada di urutan kedua," tuturnya.
Dengan demikian, lanjut Siracusa, penempatan pesawat pembom jarak jauh seperti B-1 saat ini menjadi prioritas utama ketimbang menempatkan pasukan Marinir AS di Canberra.