Nestle Dituding Dukung Perbudakan di Brasil
- rt.com/Nacho Doce/Reuters
VIVA.co.id - Dua perusahaan kopi terbesar dunia, Nestle dan Jacobs Douwe Egberts, dituding telah membeli biji kopi dari perkebunan kopi di Brasil yang kemungkinan dikerjakan melalui sistem perbudakan.
Namun, mereka berkilah tidak tahu menahu nama-nama perkebunan yang memasoknya dan mengklaim tidak mentolerir pelanggaran hak buruh.
Seperti dikutip situs Russia Today, Jumat, 4 Maret 2016, pengungkapan ini berdasarkan lembaga penelitian independen, Danwatch, yang memungkinkan kedua perusahaan ini melakukan pelanggaran lantaran mendukung kerja paksa.
Dalam laporannya Danwatch menyebutkan, seorang pekerja kopi Brasil menghasilkan sekitar U$2 untuk sebuah karung berisi 60 liter kopi. Dan mereka hanya dibayar kurang dari dua persen dari harga eceran.
"Dua perusahaan raksasa kopi itu, yang menguasai 39 persen pasar kopi dunia, mengakui kalau kopinya berasal dari perkebunan yang mempekerjakan budak. Laporan ini berdasarkan informasi dari pihak berwenang Brasil. Inilah saatnya mengakhiri mata rantai pasokan untuk mereka," demikian bunyi laporan Danwatch.
Selain itu, temuan lembaga riset asal Denmark ini menambahkan, kedua perusahaan itu juga sering membeli kacang dari tengkulak dan eksportir yang berasal dari sumber yang sama. Brasil adalah eksportir kopi terbesar di dunia.
Menurut Danwatch, mayoritas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan Brasil berasal dari industri kopi, di mana ratusan pekerja diperlakukan layaknya seperti budak setiap tahunnya. Karena rendahnya upah, maka para pekerja ini sering menghadapi jeratan utang, tiadanya kontrak kerja dan pelindung terhadap bahan kimia seperti pestisida, serta penghidupan yang layak.
Bukan yang pertama
Menanggapi laporan Danwatch, baik Nestle dan Jacobs Douwe Egberts, mengaku sangat prihatin dengan temuan adanya pekerja paksa yang menyokong industri kopi mereka.
"Kami tidak mentolerir pelanggaran hak-hak buruh, dan kami pastikan tidak menerima rantai pasokan yang berasal dari kerja paksa," kata Nestle, dalam sebuah pernyataan tertulis kepada Danwatch.
"Sayangnya, kerja paksa adalah masalah endemik di Brasil dan tidak ada perusahaan kopi di sana yang berani menjamin pasokannya tidak berasal dari praktik kerja paksa," ungkap perusahaan yang berdomisili di Swiss ini.
Senada, Jacobs Douwe Egberts juga menyebutkan bahwa pihaknya sudah mendapat informasi supaya tidak membeli biji kopi dari pelanggar.
"Kami berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani kopi di seluruh dunia," klaim perusahaan yang berbasis di Belanda itu.
Sebagai informasi, ini bukan skandal pertama yang melibatkan Nestle dan kerja paksa. Sebelumnya, perusahaan multinasional itu telah mengakui menerima rantai pasokan makanan laut di Thailand melalui kerja paksa. Mereka juga dituduh menggunakan pekerja anak di pertanian kakao di Pantai Gading.