Dialog Muslim Inggris-Indonesia Bahas Ekstremisme

Pertemuan Muslim Inggris dan Indonesia.
Sumber :
  • Istimewa

VIVA.co.id –  Centre for Dialogue and Cooperation among Civilisations (CDCC) dan Muhammadiyah menggelar roundtable discussion antara warga Muslim Inggris dan Indonesia. Mengambil tema “Countering Violent Extremism: Sharing Best Practices and Establishing Sustainable Working Partnerships,” dialog tersebut mencoba menjembatani bagaimana Indonesia dan Inggris mengatasi kelompok ekstremis.

Di acara dialog tersebut, dari Inggris hadir Mohammed Abbasi (co-director of Association of British Muslims), Imam Qari Asim (imam senior dari Masjid Leeds Makkah), Imam Asim Hafiz (penasihat bidang agama pada Departemen Pertahanan Inggris), Shaista Gohir (ketua Muslim Women’s Network), dan Akeela Ahmed (Christian-Muslim Forum).

Dari pihak Indonesia hadir Alwi Shihab (tokoh Nadhlatul Ulama yang juga mantan menlu RI), Chusnul Mar’iyah (dosen ilmu politik yang juga aktivis Muhammadiyah), Yayah Khisbiyah (direktur Program CDCC), Imam Addaruqutni (sekjen Dewan Masjid Indonesia), dan Dahnil Anzar Simanjuntak (ketua umum Pemuda Muhammadiyah).

Dalam acara dialog yang dimoderatori Direktur Eksekutif CDCC Alpha Amirrachman ini, Duta Besar Kerajaan Inggris untuk Indonesia Moazam Malik mengatakan bahwa warga  Muslim Inggris perlu banyak belajar dari Muslim di Indonesia.

Dalam pengamatannya, ada banyak hal unik dari Muslim di  Indonesia. Di Indonesia ada wanita Muslim membaca Al-Quran pada saat pembukaan acara atau bahkan memakai jilbab lalu naik motor. "Ini hal yang aneh bahkan bagi Muslim di Inggris," ujarnya.

Soal kekerasan atas nama agama, ia mengatakan,”Saya kira ini kewajiban kita semua untuk memerangi tindak kekerasan tersebut. Banyak anak-anak muda Inggris yang ikut perang ke Siria, juga anak-anak muda Indonesia,” ujar dia.

Namun, dibandingkan dengan populasi penduduk, skala presentasi anak-anak muda Inggris yang ikut perang ke Siria lebih besar dibanding anak-anak muda Indonesia. “Jadi, sebagaimana dipesankan oleh Perdana Menteri kami, Muslim di Inggris perlu belajar banyak dari Muslim yang moderat di Indonesia,” tuturnya.

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menambahkan bahwa warga Muslim di Inggris dan warga Muslim di Indonesia memang terpisah secara geografis. Namun, secara emosional sangat dekat.

“Karena itu kami perlu saling bertukar pengalaman tentang Islam dan perdamaian. Di Indonesia, kami mendiskusikannya dan juga bekerja sama dengan kelompok agama lain,” ujar Abdul Mu’ti.

Akeela Ahmad, anggota Christian-Muslim  Forum mengatakan, seringkali media membesar-besarkan hal-hal yang tidak esensial, padahal solusinya adalah aksi bukan hanya bicara.  

“Wanita Muslim di Inggris perlu mendapatkan perhatian karena Islam masih dipahami secara sangat ideologis. Ini agar orang-orang Inggris menghormati Islam, terutama perempuan Muslim,” ujar aktivis Muslim perempuan ini.

“Banyak hal yang perlu diberikan perhatian seperti kerja sama antara perempuan Muslim dan perempuan dari agama lain, pernikahan yang dipaksakan oleh orang tua dan lain sebagainya,” kata dia.

Sementara itu, Yayah Khisbiyah, direktur Program CDCC, menambahkan bahwa berbicara tentang pendidikan multukultural di Indonesia perlu mendesain kurikulum yang mendukung ke arah sana. “Kita dari waktu ke waktu juga membuat evaluasi mengenai capaian-capaian, terutama dalam hal kolaborasi dengan kelompok minoritas,” ujar Yayah.

Mohammed Abbasai, co-director of Association of British Muslims, menggarisbawahi bahwa kerja sama antar umat beragama tidak selalu harus bicara soal agama.

“Salah satu metode yang kami lakukan untuk mendekatkan kelompok Muslim di Inggris dengan kelompok lain adalah melalui olahraga, dalam hal ini sepakbola. Kami sangat menentang ekstremisme dan mendorong pluralitas agama, karena itu kami perlu banyak belajar dari Indonesia yang begitu kaya dengan keberagamaan,” imbuhnya.

Sementara itu, Alpha Amirrachman, direktur eksekutif CDCC mengatakan bahwa dialog ini hendaknya tidak terbatas hanya pada diskusi. Tapi, perlu diterjemahkan secara lebih konkret dalam bentuk kerja sama.

“Perlu lebih banyak warga Muslim Inggris yang datang ke Indonesia untuk melihat bagaimana mayoritas Muslim berinteraksi dengan kelompok minoritas, perlu juga warga Muslim Indonesia untuk ke sana untuk melihat bagaimana kelompok Muslim sebagai minoritas berinteraksi dengan mayoritas non Muslim,” tuturnya.