Gencatan Senjata Suriah, Rencana B AS Dipertanyakan Rusia

Dubes Rusia untuk RI Mikhail Y. Galuzin.
Sumber :
  • VIVAnews/Santi Dewi

VIVA.co.id - Dubes Rusia untuk Indonesia, Mikail Galuzin, mengaku kecewa akan sikap Amerika Serikat yang meragukan kesepakatan gencatan senjata bersama antara kelompok pemberontak oposisi dengan pemerintah Suriah.

"Telah ada kesepakatan gencatan senjata Rusia-AS terhadap pemberontak, atau oposisi pemerintah Suriah. Namun, sayang pihak AS justru meragukan keberhasilan ketentuan tersebut. Mereka bilang punya rencana B (plan B) jika hal ini (gencatan senjata) tidak berhasil," kata Galuzin, di Jakarta, Kamis 25 Februari 2016.

Menurutnya, yang dimaksud plan B di sini adalah bentuk upaya AS dan koalisi untuk melawan Rusia. Artinya, kata Galuzin, justru merusak kesepakatan damai. Dia juga mengaku tidak paham mengapa Paman Sam ragu dengan kesepakatan ini.

"Sayang sekali banyak perwakilan AS yang mengira bahwa kerja sama dengan Rusia tidak bisa dilakukan dengan baik," paparnya.

Menanggapi hal tersebut, Galuzin pun menyampaikan bahwa Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov sudah melakukan pertemuan dengan pihak AS. Selama pertemuan, Rusia mengatakan kesepakatan gencatan senjata adalah bentuk tindakan untuk melanjutkan perjuangan terhadap terorisme.

"Jadi, spekulasi AS ini adalah suara untuk menghancurkan perjuangan dan kami berharap mereka akan memenuhi kesepakatan ini yang jelas akan menguntungkan dunia internasional. Dari awal, kami ingin kerja sama dengan AS, tetapi mereka tidak mau. Meski begitu, kami tidak memiliki plan B," ucap dia.

Galuzin lalu mencontohkan, keberhasilan kerja sama kedua negara ini pernah dilakukan ketika isu penghancuran senjata kimia di Suriah. Tak hanya Rusia dan AS, China pun ikut bekerja sama menyelesaikan masalah senjata pemusnah massal ini.

"Dan, semuanya itu bisa selesai tanpa ada embel-embel," kata Galuzin. (asp)