Konferensi Paris, Ini Harapan Obama-Hollande
Selasa, 1 Desember 2015 - 14:16 WIB
Sumber :
- REUTERS/Christian Hartmann
VIVA.co.id - Presiden AS Barack Obama dan Presiden Prancis Francois Hollande meminta dengan sangat pada seluruh pemimpin negara untuk komit mengurangi emisi. Pemimpin tersebut disampaikan kedua pemimpin pada pidatonya di acara Konferensi Perubahan Iklim di Paris, Prancis, pada Senin, 1 Desember 2015.
Obama mengatakan Amerika Serikat menerima peran mereka dalam berkontribusi untuk mengatasi krisis perubahan iklim dan akan mengambil alih kepemimpinan untuk melawan hal tersebut.
Ia menambahkan, pertemuan COP 21 sebagai simbol "tindakan pembangkangan global" yang membuktikan, dunia tidak terpengaruh oleh serangan yang dilakukan oleh kelompok militan ISIS di Eropa dan sekitarnya.
"Ini adalah penolakan terbesar dari mereka yang berharap akan membuat kita menangisi dunia ini dibanding meruntuhkan semangat terbaik kita untuk menjaganya," kata Obama, seperti dikutip dari aljazeera.com, Selasa, 1 Desember 2015.
"Negara meminta kita berbagi rasa keterdesakan tentang tantangan ini, dan menumbuhkan realisasi bahwa ini adalah kekuatan dari dalam diri kita untuk melakukan sesuatu."
"Salah satu musuh kita akan berjuang pada konferensi ini adalah sinisme, kemajuan kita harusnya memberi kita harapan selama dua pekan ke depan," katanya menambahkan.
Sebelumnya, Hollande menghimbau seluruh pemimpin negara agar memunculkan rasa memiliki terhadap krisis dan menolong negara-negara yang terancam akibat perubahan pola cuaca.
"Saya membayangkan pada pulau-pulau yang perlahan-lahan menghilang. Negara berkembang harus mengambil tanggung jawab. Mereka adalah salah satu korban setelah bertahun-tahun emisi rumah kaca terjadi," kata Hollande.
Paus Fransiskus juga mengambil bagian berbicara soal isu emisi global. Ia mengataan, inilah saatnya pemimpin dunia mengambil keputusan sangat penting untuk menangani pemanasan global.
"Setiap tahun, masalah bertambah buruk. Kita lah yang menentukan limitnya," kata Paus. "Jika saya menggunakan kekuatan dunia, maka saya akan mengatakan, kita sedang berada di ambang batas bunuh diri," katanya menegaskan.
Saat ini, 147 pemimpin negara dan pemerintahan dari seluruh dunia berkumpul di Paris, ibu kota Prancis, untuk memulai negosiasi dalam pembicaraan intensif selama dua pekan. Sekitar 25.000 delegasi resmi berharap ada kesepakatan yang mengikat seluruh negara untuk mengurangi emisi karbon di seluruh dunia.
Kesepakatan ini diharapkan akan membawa dampak pada tahun 2020, dimana komitmen pada Protokol Kyoto akan mulai berjalan.
Pembicaraan ini diharapkan mampu memberi solusi pada masalah besar yang dihadapi negara berkembang, seperti India, yang mengakui negaranya sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Juga negara kaya, yang mencoba mengalihkan energinya dengan mengadopsi sumber udara bersih, namun terus menambah jumlah emisi.
Negara kecil dan miskin yang akan bertambah sengsara akibat dampak perubahan iklim akan menekan agar ada kesepakatan untuk memprioritaskan keselamatan mereka
Obama mengatakan Amerika Serikat menerima peran mereka dalam berkontribusi untuk mengatasi krisis perubahan iklim dan akan mengambil alih kepemimpinan untuk melawan hal tersebut.
Ia menambahkan, pertemuan COP 21 sebagai simbol "tindakan pembangkangan global" yang membuktikan, dunia tidak terpengaruh oleh serangan yang dilakukan oleh kelompok militan ISIS di Eropa dan sekitarnya.
"Ini adalah penolakan terbesar dari mereka yang berharap akan membuat kita menangisi dunia ini dibanding meruntuhkan semangat terbaik kita untuk menjaganya," kata Obama, seperti dikutip dari aljazeera.com, Selasa, 1 Desember 2015.
"Negara meminta kita berbagi rasa keterdesakan tentang tantangan ini, dan menumbuhkan realisasi bahwa ini adalah kekuatan dari dalam diri kita untuk melakukan sesuatu."
"Salah satu musuh kita akan berjuang pada konferensi ini adalah sinisme, kemajuan kita harusnya memberi kita harapan selama dua pekan ke depan," katanya menambahkan.
Sebelumnya, Hollande menghimbau seluruh pemimpin negara agar memunculkan rasa memiliki terhadap krisis dan menolong negara-negara yang terancam akibat perubahan pola cuaca.
"Saya membayangkan pada pulau-pulau yang perlahan-lahan menghilang. Negara berkembang harus mengambil tanggung jawab. Mereka adalah salah satu korban setelah bertahun-tahun emisi rumah kaca terjadi," kata Hollande.
Paus Fransiskus juga mengambil bagian berbicara soal isu emisi global. Ia mengataan, inilah saatnya pemimpin dunia mengambil keputusan sangat penting untuk menangani pemanasan global.
"Setiap tahun, masalah bertambah buruk. Kita lah yang menentukan limitnya," kata Paus. "Jika saya menggunakan kekuatan dunia, maka saya akan mengatakan, kita sedang berada di ambang batas bunuh diri," katanya menegaskan.
Saat ini, 147 pemimpin negara dan pemerintahan dari seluruh dunia berkumpul di Paris, ibu kota Prancis, untuk memulai negosiasi dalam pembicaraan intensif selama dua pekan. Sekitar 25.000 delegasi resmi berharap ada kesepakatan yang mengikat seluruh negara untuk mengurangi emisi karbon di seluruh dunia.
Kesepakatan ini diharapkan akan membawa dampak pada tahun 2020, dimana komitmen pada Protokol Kyoto akan mulai berjalan.
Pembicaraan ini diharapkan mampu memberi solusi pada masalah besar yang dihadapi negara berkembang, seperti India, yang mengakui negaranya sangat bergantung pada bahan bakar fosil untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Juga negara kaya, yang mencoba mengalihkan energinya dengan mengadopsi sumber udara bersih, namun terus menambah jumlah emisi.
Negara kecil dan miskin yang akan bertambah sengsara akibat dampak perubahan iklim akan menekan agar ada kesepakatan untuk memprioritaskan keselamatan mereka