Negara Miskin Khawatir Diabaikan dalam KTT Perubahan Iklim
Senin, 30 November 2015 - 11:57 WIB
Sumber :
- REUTERS/Philippe Wojazer
VIVA.co.id
- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim dijadwalkan dibuka di Paris pada hari ini, Senin 30 November 2015. Pertemuan tersebut yang juga dikenal dengan nama COP21 akan mempertemukan negosiator dari 195 negara untuk memfinalisasi sebuah kebijakan baru dalam dua pekan mendatang.
Stasiun berita BBC edisi Senin, 30 November 2015 melansir pemimpin dari 147 negara dijadwalkan akan berpidato pada hari ini. Salah satu yang akan menyampaikan pidato adalah Presiden Joko Widodo.
Pemerintah Prancis secara resmi akan mengendalikan pembicaraan saat upacara pembukaan.
Keamanan di lokasi konferensi di Le Bourget semakin diperketat. Polisi bahkan menutup jalan-jalan di area sekitar konferensi. Paris seolah tak ingin kecolongan akan adanya aksi teror seperti yang terjadi pada 13 November lalu.
Baca Juga :
Presiden Prancis, Francois Hollande dan perdana menteri turut memberikan sambutan di pertemuan itu.
"Ini akan menjadi titik balik dari apa yang dibutuhkan oleh dunia," ujar Menteri Luar Negeri Prancis, Laurent Fabius ketika berbicara dalam jumpa pers pada akhir pekan lalu.
Fabius juga akan mengetuai konferensi hingga dicapai suatu keputusan. Para pemimpin yang hadir di sana kemungkinan akan membuat beberapa pengumuman yang signifikan. Mereka akan meningkatkan upaya untuk melawan kenaikan suhu udara.
Salah satu kesepakatan yang akan diumumkan yakni kerja sama antara Prancis dan India. Kedua negara itu akan mengumumkan aliansi global yang bertujuan untuk membawa 100 negara tropis dan berlimpah sinar Matahari untuk meningkatkan penggunaan listrik berbasis Matahari.
Selain itu, akan ada pengumuman mengenai pendanaan penelitian energi terbarukan.
Namun, di tengah kalimat manis dan niat baik, muncul kekhawatiran di antara negara-negara miskin bahwa kepentingan mereka akan dikorbankan ketika melakukan kompromi. Sebagian besar diskusi akan berputar mengenai kesepakatan baru yang bisa membatas pemanasan global agar tak lebih dari 2 derajat celcius.
Berdasarkan hasil penilaian di lebih dari 180 rencana nasional yang telah diserahkan oleh negara-negara itu, menyebut jika rencana itu diterapkan, maka tingkat suhu udara di dunia mencapai hampir 3 derajat celcius. Namun, 48 anggota negara miskin (LDC) mengatakan, bagi mereka jika suhu udara di negara masing-masing naik hingga 1,5 derajat celcius saja, maka hal tersebut bisa memicu bencana.
"Bagi negara-negara LDC, kerja sama ekonomi, keamanan makanan regional, ekosistem, dan keberlangsungan populasi mereka bisa berbahaya, jika tujuan dari kesepakatan itu hanya ingin menurunkan suhu udara Bumi sebesar 2 derajat celcius," ujar Giza Gaspar Martins dari Angola.
Dengan hadirnya para pemimpin negara di Paris, ujar Martins, akan meningkatkan kekuatan proses negosiasi.
"Kami memperbarui seruan agar bisa membuat kebijakan perubahan iklim yang ambisius tetapi di satu sisi tidak meninggalkan kami negara-negara yang paling rentan," Martins menambahkan.