AS Lega RI Berniat Gabung ke TPP
Senin, 30 November 2015 - 08:35 WIB
Sumber :
- REUTERS / Jonathan Ernst
VIVA.co.id - Pemerintah Amerika Serikat merasa lega dan menyambut baik niat Indonesia yang pada akhirnya menunjukkan keinginan untuk bergabung dalam blok dagang Trans Pacific-Partnership (TPP).
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby, yang ditemui VIVA.co.id
pada akhir bulan ini langsung di Washington DC, menyebut blok dagang TPP sebenarnya sudah ingin diluncurkan pada lima tahun lalu. Sebab, dengan bergabung di TPP bisa memberikan keuntungan tidak saja bagi perekonomian Negeri Paman Sam, tetapi juga negara mitra yang ikut di dalamnya.
Baca Juga :
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, John Kirby, yang ditemui VIVA.co.id
"Kami menyadari niat Indonesia yang pada akhirnya menyatakan ingin bergabung. Tetapi, masih harus ada proses yang harus dilalui. Saya tidak ingin mendahului Pemerintah Indonesia atau AS mengenai proses tersebut," kata Kirby.
Dalam kesempatan itu, Kirby mewakili Pemerintah Negeri Paman Sam menyambut negara lain yang ingin masuk ke kemitraan tersebut.
"Karena kami sangat yakin akan ada keuntungan ekonomi yang diperoleh, tidak hanya di negara-negara di area kawasan tertentu, tetapi juga untuk dunia," ujar jubir yang sebelumnya pernah bertugas di Pentagon itu.
Dia menjelaskan, jika pemerintah masing-masing negara melihat kemitraan itu, maka mencerminkan adanya ketergantungan perekonomian global.
"Kita semua berbagi itu. Jika ketergantungan itu dikoordinasikan melalui kemitraan ini, maka negara mitra pun bisa ikut merasakan manfaatnya," kata dia.
Saat ini, sudah terdapat 12 negara lain yang resmi bergabung dan ikut dalam proses negosiasi. Mereka beranggotakan AS, Kanada, Australia, Jepang, Selandia Baru, Meksiko, Cile, Peru dan empat negara Asia Tenggara, yakni Malaysia, Singapura, Brunei dan Vietnam.
Namun, perundingan telah selesai dilakukan pada 5 Oktober lalu. Sehingga, banyak pihak menilai terlambat bagi Indonesia jika menyatakan minatnya untuk bergabung sekarang.
Menurut laporan BBC, pernyataan Presiden Joko Widodo di ruang Oval mengenai niat Indonesia untuk bergabung dalam TPP adalah sesuatu yang tak terduga. Sebelumnya, di bawah pemerintahan Presiden SBY, Indonesia kerap menolak tawaran itu. Sebab, TPP seakan dibentuk AS untuk menghadapi Tiongkok yang perekonomiannya tengah tumbuh pesat.
Penasihat ekonomi Wakil Presiden Jusuf Kalla, Sofyan Wanandi, mengingatkan, pernyataan Jokowi itu baru sekedar menjajaki tawaran yang telah berulang kali disampaikan AS.
"Jadi, sebelum rombongan berangkat, kami membahas apa yang baik dan buruk (dari TPP). Lalu, kami putuskan untuk mempelajari dulu, baru akan menentukan waktu: apa dan kapan Indonesia akan masuk dengan suatu negosiasi, bagaimana dengan (negara lain) yang sudah masuk. Apa untung ruginya bagi kepentingan ekonomi nasional Indonesia," papar Sofyan.
Dia melanjutkan, keputusannya bukan sudah di tahap akhir Indonesia akan bergabung. Namun, masih mempelajari.
"Yang mungkin butuh waktu dua tiga tahun untuk sampai pada keputusan apakah Indonesia akan masuk atau tidak," kata Sofyan.
Baru-baru ini menurut Menteri Perdagangan Thomas Lembong, RI harus bergabung dalam blok dagang TPP, atau berisiko peluang tersebut akan diambil oleh negara tetangga seperti Vietnam.
"Kami tidak memiliki pilihan. Kami telah mendengar banyak pabrik Indonesia yang tutup dan pindah ke Vietnam," ujar Lembong seperti dikutip kantor berita Reuters.
Dari kesepakatan baru itu, Vietnam, kata Lembong, berhasil meraih potongan tarif perdagangan antara 10-14 persen. Sama seperti pernyataan Sofyan, RI tidak akan langsung bergabung dengan TPP.
Pemerintah akan fokus lebih dulu terhadap finalisasi kesepakatan perdagangan dengan Uni Eropa. Diharapkan, kesepakatan tersebut rampung di tahun 2017 atau awal tahun 2018.
"Kami akan mempelajari TPP (persyaratan) secara paralel. Teks lengkapnya baru saja dipublikasikan dan isinya mencapai 6.000 halaman. Jadi, kami pasti membutuhkan waktu untuk mempelajarinya," Lembong menjelaskan.
Sudah Terlambat
Dalam pandangan pakar perdagangan internasional, Fithra Faisal, Indonesia memang perlu masuk TPP. Tetapi, pernyataan itu dilontarkan terlambat, sehingga mengakibatkan syarat bagi Indonesia terasa lebih berat.
"TPP sudah jadi. Maka ketika kita baru masuk sekarang, maka Indonesia sudah tak bisa lagi terlalu merundingkan kepentingan-kepentingan khusus kita. Sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi," ujar Fithra seperti dikutip BBC.
Dia melanjutkan, artinya ketika Indonesia nantinya memutuskan untuk masuk, maka pemerintah akan berhadapan dengan aturan, ketentuan dan syarat yang sudah ada. Indonesia, Fithra menambahkan, hanya bisa menyesuaikan dengan aturan yang sudah ada. (one)