Kemlu: RI Tetap Berkomitmen Turunkan Emisi Gas Karbon

Petugas menunjukkan sebaran titik api yang muncul di sejumlah kawasan hutan dan lahan di Indonesia
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
VIVA.co.id - Pemerintah Indonesia tetap optimistis bisa mencapai target penurunan emisi gas karbon sebesar 29 persen di tahun 2030 mendatang. Peristiwa kebakaran hutan dan lahan yang terjadi beberapa waktu lalu diprediksi tidak akan berdampak terhadap target tersebut. 

Hal itu disampaikan Direktur Kerja Sama Pembangunan, Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri, Toferry P. Soetikno, ketika memberikan keterangan pers di kantor Kemlu kawasan Pejambon, Jakarta Pusat pada Kamis, 26 November 2015.

Toferry mengatakan, Presiden Joko Widodo akan kembali menegaskan komitmen RI tersebut di forum KTT Perubahan Iklim yang akan dihelat di Paris mulai 30 November. "Ini bukan kali pertama Presiden berbicara mengenai topik perubahan iklim. Isu serupa sebenarnya sudah disinggung di setiap KTT baik itu G20, APEC maupun ASEAN. Di forum ini, Beliau tidak hanya berbicara mengenai komitmen RI dalam memadamkan kebakaran hutan, tetapi juga mengatasi pemanasan global," ujar Toferry. 

Dalam pertemuan di Paris akan dibuat perjanjian baru yang dibuat setelah tahun 2020. Rencananya, sekitar 130 pemimpin negara akan membuat target hingga tahun 2030. "Kendati sempat terjadi kebakaran, tetapi kami yakin terhadap langkah-langkah yang telah dan akan dilakukan Indonesia, sehingga pada akhirnya target 29 persen itu bisa tercapai. Kami membuat target tersebut sudah sejak lama dan diperhitungkan matang-matang," kata dia. 

Toferry menjelaskan situasi kebakaran lahan dan hutan di Indonesia tahun ini lebih buruk lantaran adanya badai El Nino. Dia juga yakin negara lain bisa menilai keseriusan upaya pemerintah dalam memadamkan kebakaran kemarin. "Dalam situasi seperti ini, justru seharusnya dibutuhkan kerja sama dan bukan saling menyalahkan. Forum COP ini malah menjadi momentum yang baik untuk membuktikan kita telah melakukan pekerjaan kita," ujarnya menambahkan.

Di tempat yang sama juru bicara Kemlu, Arrmanatha Nasir, menepis anggapan bahwa kebakaran hutan dan lahan merupakan tanda kemunduran RI dalam mengurangi dampak pemanasan global. Arrmanatha menyebut, hal tersebut justru menjadi peluang untuk menunjukkan kemampuan RI dalam menghadapi tantangan tersebut. Situasi itu kata Arrmanatha kian diperburuk dengan adanya badai el nino.

"Oleh sebab itu, RI telah mengambil langkah untuk mengatasi kebakaran hutan dan pencegahan," ujar diplomat yang akrab disapa Tata itu. 

Untuk mencegah kebakaran, Indonesia telah membuat program one map policy. Pemerintah telah mengeluarkan moratorium terhadap ijin pemanfaatan lahan gambut. "Komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim ini tidak berkurang, karena adanya kebakaran hutan," ujarnya.

Tata juga menjelaskan, salah satu fokus yang ingin dicapai RI melalui KTT Perubahan Iklim yakni tercapainya kesepakatan yang adil. Komitmen yang tinggi, ujar Tata, seharusnya diberikan oleh negara maju. "Mereka bisa melakukan transfer teknologi, memberikan dana dalam upaya menghadapi mitigasi perubahan iklim atau meningkatkan kapasitas negara berkembang. Tujuannya, supaya negara berkembang bisa berkontribusi lebih besar dalam upaya mengurangi emisi dan mengatasi perubahan iklim."

Selain menghadiri KTT Perubahan Iklim, Jokowi dijadwalkan juga akan menghadiri pertemuan bilateral dengan beberapa pemimpin negara antara lain Belanda, Norwegia, Ethiopia, Kenya, Afrika Selatan dan India. Jumlah pertemuan dan waktunya hingga saat ini, Tata mengatakan, masih bersifat tentatif. 

Selain itu, Jokowi juga akan membuka paviliun Indonesia yang dibuka selama penyelenggaraan COP. Di lahan seluas 250 meter persegi, paviliun itu menyelenggarakan sekitar 50 acara. Jokowi dijadwalkan tiba di Paris pada Minggu malam, 29 November 2015. Sedangkan, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi sudah bertolak ke Paris pada hari Sabtu esok. 

(mus)