Bendungan Brasil Jebol, Keluar Lumpur Beracun
- Reuters
VIVA.co.id - Komite PBB untuk Hak Asasi Manusia mengatakan lumpur yang terbawa dari bendungan yang jebol mengandung bahan kimia beracun yang berbahaya.
Pernyataan PBB ini berlawanan dengan klaim yang disampaikan oleh Samarco, operator tambang yang membuat bendungan tersebut. Samarco membuat bendungan itu sebagai penahan limbah dari tambang biji besi mereka. Mereka dan rekannya, BHP Hilton mengatakan air dan mineral yang ada dalam bendungan tersebut tak mengandung racun.
Kantor Komisi Tinggi HAM PBB mengajukan bukti baru dan mengatakan hal itu melalui sebuah pernyataan yang disampaikan Rabu, 25 November 2015. Air bendungan terbukti mengandung racun metal dan bahan kimia dengan kadar yang cukup tinggi.
Dikutip dari Reuters, 26 November 2015, Samarco dan BHP Hilton mengatakan dalam sebuah pernyataan sebelumnya bahwa mereka telah melakukan tes sebelum dan setelah bencana terjadi. Tes yang mereka lakukan menunjukkan lumpur yang terbawa saat bendungan pecah. Sebagian besar terdiri dari air, oksida besi dan silika atau kuarsa. Ketiga zat tersebut tidak membahayakan kesehatan manusia dan tidak mengandung kontaminan air.
Perusahaan ini juga mengaku siap menanggung ganti rugi dan memberi bantuan darurat pada warga yang terdampak, sosial dan ekonomi, akibat meledaknnya bendungan tersebut.
Sebelumnya, Menteri Lingkungan Brasil, Izabella Teixeiria, juga mengatakan bahwa lumpur tersebut beracun dan telah menyebar secara luas. Lumpur berwarna merah ini mengalir deras setelah bendungan tersebut jebol November lalu. 8 orang tewas dan 11 orang masih hilang.
Hingga saat ini Samarco masih membantah bahwa lumpur yang jebol itu mengandung racun. Lembaga Lingkungan Brasil, Ibama, juga sudah melakukan penelitian awal. Mereka meminta Samarco memberi ganti rugi pada warga yang terdampak akibat kecelakaan terburuk di Brasil itu.
"Ibama sudah melakukan penelitian awal. Namun kami akan melakukan penelitian lebih lanjut dan melihat gambar satelit untuk melihat kerusakan yang terjadi sebelum dan sesudah bendungan jebol," kata Teixeiria, seperti dikutip dari BBC, 25 November 2015.