Terima Kesepakatan Nuklir, Iran Ogah Dijatuhi Sanksi Lagi

Menlu Jerman, AS, Prancis, Inggris dan Iran bertemu di Vienna, Austria.
Sumber :
  • REUTERS/Joe Klamar
VIVA.co.id
- Wakil Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araqchi, menolak sanksi yang dijatuhkan oleh negara-negara barat pada 10 tahun mendatang, seandainya Iran melanggar kesepakatan nuklir. Dia mengatakan, berdasarkan waktu dalam kesepakatan yang diteken kedua pihak, usai 10 tahun berlalu, kasus tuduhan penggunaan nuklir Iran harus ditutup. 

Kantor berita Reuters, Rabu, 22 Juli 2015 melansir jika Amerika Serikat dan negara anggota P5+1 bersikeras tetap menjatuhkan sanksi, maka hal tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap kesepakatan Wina. Perjanjian itu juga tak memiliki kredibilitas. 

"Prioritas kami adalah kepentingan nasional, bukan resolusi Dewan Keamanan PBB," ujar Araqchi dalam jumpa pers. 

Dia mengatakan Iran akan melakukan apa pun untuk membantu sekutu mereka di kawasan Timur Tengah. Kendati begitu, bukan berarti kebijakan mereka mengenai anti-negara barat diubah. Pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei mengatakan kepada pendukungnya Sabtu pekan lalu, kebijakan Negeri Paman Sam berlawanan 180 derajat dengan Tehran. 

Saat Ayatollah mengatakan itu, para pendukungnya berteriak: "kematian untuk Amerika" dan "kematian untuk Israel". 

Araqchi kembali menegaskan kesepakatan nuklir Iran pada pekan lalu tak bermakna Tehran menerima sanksi dan pembatasan yang diberlakukan oleh DK PBB, AS dan negara-negara P5 atau Uni Eropa. Sementara, Iran sejak awal telah membantah program nuklir mereka diarahkan untuk membuat senjata. Iran kerap mengatakan program nuklir yang mereka lakukan untuk perdamaian. 

Sementara, dalam kesepakatannya, Iran bersedia untuk membatasi pengayaan uranium nuklirnya. Sebagai imbalannya, AS bersedia mencabut sanksi. 

Kendati begitu, Negeri Paman Sam tetap menuding Iran kerap ikut campur dalam konflik yang terjadi di Semenanjung Arab, salah satunya isu Suriah. Namun, Menlu John Kerry dalam sambutannya hari ini akan mencari solusi perdamaian ketika digelar pertemuan di Qatar dalam dua pekan mendatang.