AS: Serangan Teror di Tiga Negara Tak Saling Berkaitan
Sabtu, 27 Juni 2015 - 19:13 WIB
Sumber :
- REUTERS/Amine Ben Aziza
VIVA.co.id
- Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menepis tiga serangan teror yang terjadi di tiga negara berbeda pada hari Jumat kemarin merupakan teror yang terkoordinasi. Namun, mereka memastikan serangan di Prancis, Tunisia dan Kuwait merupakan bentuk aksi terorisme.
Dikutip dari Reuters, Jumat, 26 Juni 2015, kejadian di tiga negara itu terjadi di hari yang sama dan hanya berselang beberapa jam. Di Prancis, teror dilakukan dalam bentuk kepala dari jenazah pemilik perusahaan antar barang dan jasa digantung di pagar perusahaan gas Air Products di area dekat kota Lyon. Pelaku juga melempar gas tabung dengan harapan komplek pabrik kimia itu meledak seluruhnya.
Di kepala tersebut juga dituliskan pesan dalam Bahasa Arab. Di Kuwait, sebanyak 27 jemaah yang tengah menunaikan salat Jumat tewas akibat terkena bom bunuh diri. Sementara, di Tunisia seorang pemuda berusia 23 tahun melepaskan tembakan secara membabi buta ke arah turis yang tengah berlibur di pantai pribadi di Hotel Imperial Marhaba. Akibatnya 39 orang tewas dan bersimbah darah.
Dua sumber yang dekat dengan badan intelijen AS menyebut kendati serangan itu tidak dikoordinasi oleh kelompok militan Islamic State of Iraq and al Sham (ISIS), tetapi mereka sepertinya terinspirasi oleh seruan ISIS untuk berjihad. Hal itu kemungkinan bertepatan dengan momentum satu tahun perayaan deklarasi ISIS di Suriah dan Irak. Momentum satu tahun itu jatuh pada Senin esok.
Baca Juga :
Anggota parlemen dari Partai Demokrat yang duduk di Komite Intelijen, Adam Schiff, mengatakan serangan tersebut jelas untuk menandakan kemampuan ISIS dalam menginspirasi dan membuat pengikutnya semakin radikal.
"Ini menjadi ancaman global dan tidak ada satu negara pun yang aman dari jangkauannya," kata Schiff.
Sementara Ketua Parlemen untuk Urusan Luar Negeri dari Partai Republik, Ed Royce, menyebut serangan tersebut menunjukkan ancaman ISIS tersebar secara baik di Irak dan Suriah. Kelompok tersebut juga menyerukan koordinasi yang lebih baik di tingkat regional di antara anggota dan serangan udara yang lebih terarah.
"Kita harus lebih agresif menolak keberadaan ISIS agar tak bisa membentangkan spanduk kebencian dan kematian serta merencanakan serangan mereka," kata Royce.
Pertimbangan serupa juga disampaikan oleh Direktur Pusat Internasional untuk Kajian Radikalisasi yang berbasis di London, Peter Neumann.
"Saya pokir mereka tidak pernah berbicara satu sama lain, saling kenal atau ada sebuah pusat komando yang menyuruh mereka untuk melakukan itu. Tidak ada bukti yang menunjukkan serangan itu terkoordinasi," ujar Neumann.
Namun, di waktu yang sama, serangan di Prancis menyerupai peristiwa yang berlangsung di Sydney, Ottawa dan Kopenhagen, bisa saja terinspirasi oleh ISIS.
"Serangan Prancis mirip dengan apa yang diinginkan oleh ISIS yaitu untuk mampu bertindak sendiri tanpa konsultasi lebih dulu, koordinasi atau apa pun," kata Neumman menambahkan.
Pada September tahun lalu, Neumann menjelaskan, juru bicara ISIS pernah menyerukan para pengikutnya agar tak menunggu mereka memberikan perintah. Menurut salah satu anggota ISIS, serangan di Tunisia dan Kuwait telah direstui oleh ISIS.