Yaman, Bekas Kerajaan Kaya yang Kini Sulit Memperoleh Damai
Sabtu, 4 April 2015 - 12:22 WIB
Sumber :
- REUTERS/Khaled Abdullah
VIVA.co.id - Termasuk sebagai bagian dari peradaban tertua dunia, Yaman tidak juga berhasil membentuk struktur politik yang stabil selama hampir satu abad, akibat pertentangan kubu.
Kini, negara itu, bahkan jatuh dalam konflik berdarah, diikuti oleh intervensi asing berikutnya dengan serangan udara Arab Saudi, yang berkoalisi dengan sejumlah negara Teluk lain.
Laman Turki, Daily Sabah , Sabtu 4 April 2015, menyebut Yaman sebagai bagian dari peradaban tertua dunia, dikenal dengan kisah tentang Ratu Sheba yang menikah dengan Nabi Sulaiman, atau Raja Salomo, putra Raja Daud.
Hingga beberapa abad lalu, Yaman masih merupakan wilayah Kerajaan Himyarite yang makmur, dikelilingi bendungan dan sumber air alam. Peradaban Yaman yang luar biasa musnah, setelah banjir besar dan rusaknya bendungan Ma`rib.
Baca Juga :
Kini, negara itu, bahkan jatuh dalam konflik berdarah, diikuti oleh intervensi asing berikutnya dengan serangan udara Arab Saudi, yang berkoalisi dengan sejumlah negara Teluk lain.
Laman Turki, Daily Sabah , Sabtu 4 April 2015, menyebut Yaman sebagai bagian dari peradaban tertua dunia, dikenal dengan kisah tentang Ratu Sheba yang menikah dengan Nabi Sulaiman, atau Raja Salomo, putra Raja Daud.
Hingga beberapa abad lalu, Yaman masih merupakan wilayah Kerajaan Himyarite yang makmur, dikelilingi bendungan dan sumber air alam. Peradaban Yaman yang luar biasa musnah, setelah banjir besar dan rusaknya bendungan Ma`rib.
Yaman terkait erat dengan sejarah orang Arab, ketika suku Qahtani dari Yaman menyebar menjadi suku Jurhum di Mekkah, serta suku-suku lain di Madinah, Irak, dan Suriah.
Setelah itu, Yaman didominasi oleh Etiopia. Gubernur Yaman di bawah kekuasaan Etiopia, Abraha, bergerak ke Mekkah dengan pasukan gajah, setahun sebelum lahirnya Nabi Muhammad.
Selain pusat peradaban, Yaman juga merupakan pusat berkembangnya ilmu pengetahuan. Pada abad ke-16, Vatikan memiliki 10 ribu buku. Itu tidak seberapa dibandingkan buku pada perpustakaan Malik Davud.
Ada 100 ribu buku dalam perpustaan di kota Taiz, Yaman, pada awal abad ke-14. Banyaknya jumlah literatur di Yaman, dipengaruhi oleh sederhananya metode penulisan, yang kemudian diadopsi ke sekolah-sekolah Ottoman oleh Sultan Abdulhamid.
Saat Yaman terancam dijajah Portugal, Kekaisaran Ottoman mengirimkan armada lautnya dan mendeklarasikan Yaman sebagai provinsi Ottoman pada 1516, hingga seorang pria mengklaim sebagai Imam Zaidi pada 1591.
Pria dari kota Sana`a itu, kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai pemimpin Yaman. Negara itu terus dilanda konflik, setelah Inggris mendukung pemberontakan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20.
Ribuan tentara Ottoman tewas saat berusaha menghentikan pemberontakan. Banyak tentara Ottoman yang memutuskan tidak kembali ke Turki, menetap di Yaman dan menikah dengan wanita setempat.
Saat ini, orang-orang Yaman keturunan Turki masih terlihat jelas dari bahasa mereka. Sebanyak 55 persen dari 12 juta populasi Yaman, menjadi pemeluk Islam Syiah Zaidi, sedangkan sebagian lainnya adalah Syiah Ismaili dan Sunni.
Setelah kudeta berdarah pada 1962, dengan dukungan Mesir, para imam yang memimpin Yaman digulingkan. Sebuah republik dideklarasikan di utara Yaman, tetapi dikuasai oleh kerajaan.
Yaman, kemudian jatuh dalam perang sipil, antara pendukung kubu republik sosialis dan pendukung kerajaan. Presiden Mesir saat itu, Gamal Abdel Nasser Hussein, memberikan dukungan pada kubu sosialis.
Nasser mengirimkan pesawat-pesawat tempur Mesir, melakukan serangan dengan senjata kimia di Yaman. Pada sisi berseberangan, Raja Faisal dari Arab Saudi mendukung kelompok pendukung kerajaan.
Pada akhirnya, kubu republik yang keluar menjadi pemenang, lalu mendeklarasikan Republik Arab Yaman. Setelah mundurnya pasukan Inggris pada 1967, Yaman Selatan memisahkan diri membentuk Republik Rakyat Yaman Selatan.
Penyatuan Yaman utara dan selatan terjadi pada 1991, setelah melalui upaya yang panjang. Tetapi, ketegangan terus terjadi akibat posisi strategis dan struktur etnis.
Saat terjadi gelombang revolusi di negara-negara Arab, atau dikenal sebagai Arab Spring, Presiden Ali Abdullah Saleh yang telah berkuasa sejak 1978 ditumbangkan.
Namun, Abedrabbo Mansour Hadi yang kemudian naik menjadi presiden, dengan mendapat dukungan dari Barat, dinilai tidak memuaskan dengan banyak tuduhan korupsi terhadapnya.
Milisi Syiah Houthi, yang muncul dari gerakan aktivis Universitas Syiah Zaidi sejak 1992, kemudian melakukan pemberontakan. Kelompok itu mengambil nama dari Hussein Badreddin al-Houthi, yang memimpin gerakan bersenjata kelompok itu.
Houthi sukses menguasai Ibu kota Sana`a pada Februari, yang memaksa Hadi mundur ke kota Aden. Setelah Houthi berhasil mendekat ke Aden, Arab Saudi dan beberapa negara Teluk memutuskan untuk melibatkan diri.
Saat ini, Hadi memilih untuk melarikan diri ke Saudi, sedangkan serangan udara dilakukan Saudi dan beberapa negara koalisinya, dalam upaya menghentikan pergerakan Houthi. (asp)
![vivamore="
Baca Juga
:"]
[/vivamore]