Inilah Kisah Cinta Lee Kuan Yew dan Kwa Geok Choo

Lee Kuan Yew dan Kwa Geok Choo
Sumber :
  • REUTERS
VIVA.co.id
- Kwa Geok Choo adalah teman terdekat Lee Kuan Yew, menara kekuatannya, selama lebih dari tiga perempat hidupnya. Kwa juga perempuan yang mendapatkan perhatiannya, saat mengungguli dia di sekolah.


Tanpa perempuan itu, dia akan mengalami banyak tekanan saat masuk dalam politik. Lee Kuan Yew, pendiri Singapura modern itu memang seakan tak dapat terpisahkan dari istrinya.


Namun publik Singapura baru mengetahui begitu besarnya arti Kwa bagi Lee, setelah dia menerbitkan memoarnya pada 1999, yang mengungkap kisah cintanya untuk pertama kali.


Dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 24 Maret 2015, buku itu menceritakan secara mendalam kisah kehidupan dan cinta Lee, sisi sentimental dari sosok seorang pemimpin tangan besi.


Saat keduanya berada di Raffles College, Kwa mengalahkan Lee menjadi juara dalam pelajaran bahasa Inggris dan ekonomi, menjadi kompetitor terberat Lee untuk mendapatkan beasiswa Ratu Inggris.


Ketika pendudukan Jepang menyebabkan pendidikan mereka tertunda, keduanya kembali terhubung melalui situasi berbeda. Lee dan saudara ipar Kwa, menjalankan bisnis pembuatan lem dari tapioka.


Persahabatan keduanya terus tumbuh dan mekar pada September 1944, dengan Lee mengundang Kwa hadir dalam makan malam, untuk perayaan ulang tahunnya ke-21.




Saat Perang Dunia II berakhir, Lee memutuskan untuk menempuh pendidikan hukum di Inggris, menggunakan tabungan keluarganya. Kwa yang dua setengah tahun lebih tua dari Lee, berjanji akan menunggu prianya kembali.


Beberapa bulan sebelum keberangkatan Lee ke Inggris, September 1946, pasangan itu menghabiskan banyak waktu bersama dan membuat beberapa potret kebersamaan mereka.


"Kami muda dan jatuh cinta, penasaran untuk merekam momen kehidupan kami. Kami berdua berharap dia akan kembali ke Raffles College, memenangkan beasiswa Ratu untuk bergabung dengan saya (kuliah di Inggris)," tulis Lee.


Pada memoarnya, Lee mengungkap betapa Kwa penuh dengan komitmen. "Saya merasakannya. Saya juga sama berusaha menjaga komitmen kepadanya," ucap Lee.


Kwa berhasil memperoleh beasiswa Ratu setahun kemudian. Namun Kantor Kolonial Inggris tidak dapat menemukan tempat baginya di universitas, pada tahun akademik itu dan harus menunggu hingga 1948.


Tapi Lee yang kuliah di Fitzwilliam College, Cambridge, London, akhirnya mengatur pertemuan dengan Kepala Girton College, membujuknya untuk menerima Kwa.


Kwa pun berangkat ke Inggris, Oktober. Dua bulan kemudian, selama libur Natal, keduanya memutuskan untuk menikah di Stratford-upon-Avon secara rahasia, tanpa sepengetahuan orangtua mereka.




Keduanya merasa bahwa orangtua Kwa, kampusnya dan otoritas beasiswa, mungkin tidak akan mengizinkan. Kembali ke Singapura pada Agustus 1950, keduanya kembali menikah secara resmi pada 30 September.

Mereka memulai karir dengan bekerja di firma hukum Laycock & Ong. Hingga 1955, keduanya membangun firma hukum sendiri, Lee & Lee, bersama dengan saudara lelaki Lee, Dennis.

Saat Lee mendirikan Partai Aksi Rakyat (PAP), Kwa membantu suaminya menyusun rancangan konstitusi. Pada pemilu 1959, Kwa bahwa ikut memberi pidato di radio, menyerukan agar para wanita memilih PAP.

Sebagai salah satu pengacara terbaik di Singapura, pada 1965, Kwa membantu Menteri Hukum Eddie Baker menyusun klausul dalam Perjanjian Pemisahan dengan Malaysia, untuk menjamin pasokan air dengan Johor.

Selama karir politik Lee, Kwa secara tidak resmi merupakan penilai pidato suaminya. Itu berjalan sejak pidato pertama Lee di Forum Melayu 1950. Kwa benar-benar membaktikan dirinya sebagai pendukung di belakang layar.

Dia mengelola rumah tangga, terutama setelah kelahiran putra sulung mereka, Lee Hsien Loong pada 1952, serta firma hukum mereka ketika Lee sepenuhnya terjun ke politik.

Penghasilan Kwa yang membuat Lee dapat membangun karir politiknya selama bertahun-tahun. Kwa juga yang menjadi sumber kekuatan dan kedamaian pikiran bagi suaminya.




Lee suatu ketika pernah mengatakan, jika sesuatu yang tidak diinginkan terjadi pada dirinya, dia yakin istrinya akan dapat merawat ketiga anak mereka dengan baik.


Terkait dengan hubungan sebagai pasangan, mereka tidak pernah menghindar dari kesulitan, tapi menghadapi dan menyelesaikannya dengan segera. "Kami saling mempengaruhi kebiasaan satu sama lain," ucap Lee.


"Kami saling menyesuaikan dan mengakomodasi. Kami tahu bahwa kehidupan adalah tantangan, yang terus datang dengan masalah-masalah baru untuk dipecahkan dan dikelola," katanya.


Saat putra pertama bungsu mereka, Lee Hsien Yang, menikah pda 1981, Lee menulis surat bagi pasangan baru itu, berisi pesan untuk kehidupan pernikahan mereka.


"Kami tidak pernah membiarkan ada pihak yang merasa diabaikan dan sendiri saat terjadi krisis. Kami telah menghadapi semua masalah besar dalam hidup bersama-sama. Berbagi ketakutan dan harapan. Masa-masa krisis telah mengikat kami lebih dekat," tulis Lee.


Adik Lee Kuan Yew, Lee Suan Yew, menggambarkan bagaimana kakaknya tidak dapat terpisahkan dari istrinya. Lee tidak menyukai seni, sebaliknya Kwa mencintai musik klasik.


Besarnya cinta Lee, membuat dia akan selalu mengikuti istrinya ke pameran seni dan konser musik klasik.




Menteri Pendidikan Heng Swee Keat, mengatakan walau Kwa hanya duduk dengan tenang di dekat Lee, semua orang tahu betapa besar kekuatan dari kehadirannya bagi sang suami, pada berbagai acara resmi.


Kwa menderita stroke pada 2003. Kesehatannya berangsur membaik, namun stroke membuat bagian kiri tubuhnya terganggu. Lee akan duduk di sebelah kiri istrinya saat makan. Lee juga yang mengurus obat-obatan istrinya.


Peran itu sebelumnya dijalani Kwa sebelum stroke, untuk membuat tingkat kolesterol suaminya tetap terjaga. Mereka terus melakukan perjalanan bersama, Lee akan selalu memilih hotel dengan kolam renang, agar istrinya bisa berlatih.


Namun pada 2008, Kwa menderita dua stroke yang membuatnya tak dapat bangkit dari tempat tidur, bergerak atau berbicara. Saat kondisinya terus menurun, Kwa hanya merespons pada suara suaminya.


Masa-masa paling sulit bagi Kwa adalah di akhir hari, di mana Kwa akan menunggu suaminya kembali ke rumah, menghabiskan waktu satu jam atau lebih di sisi tempat tidur, membacakan berita, buku dan puisi-puisi kesukaan istrinya.


Kondisi kesehatan istrinya, merupakan persoalan tersulit bagi Lee, lebih dari arena politik. "Saya tidak boleh jatuh. Kehidupan harus terus berjalan. Saya berusaha menyibukkan diri," kata Lee.


"Pikiran saya akan kembali pada hari-hari bahagia, saat kami bersama," ucapnya. Kepedihan mendalam dirasakan Lee saat istrinya wafat pada Oktober 2010, membuktikan ucapan dia sebelumnya.


Lee pernah mengatakan, tanpa istrinya dia akan menjadi pria yang berbeda, dengan kehidupan berbeda. "Dia membaktikan dirinya pada saya dan anak-anak kami. Dia selalu ada saat saya membutuhkannya," kata Lee.


"Dia memiliki kehidupan yang penuh kehangatan dan makna. Aku harus menemukan pelipur lara dalam 89 tahun hidupnya, yang dijalani dengan baik. Tapi saat perpisahan akhir ini, hatiku berat dengan kesedihan dan duka."


Kenangan indah bersama istrinya, membuat Lee dapat bertahan menjaga negaranya selama hampir lima tahun. Pemimpin besar itu meninggalkan dunia dengan senyum bahagia kurang dari lima tahun kemudian, pada Senin pagi, 23 Maret 2015.



![vivamore="
Baca Juga
:"]



[/vivamore]