Media Thailand Kritik Kebijakan Penenggelaman Kapal Jokowi

Salah satu dari tiga Kapal Ikan berbendera Vietnam ditenggelamkan di Perairan Tarempe, Anambas, Kepulauan Riau, Jum'at (5/12/2014). Foto: VIVAnews/Ikhwan Yanuar
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVAnews - Salah satu harian terbesar di Thailand, Bangkok Post, pada Minggu 5 Januari 2015 lalu menurunkan tajuk rencana yang mengkritik kebijakan penenggelaman kapal yang diberlakukan oleh Presiden Joko Widodo. Dalam artikel itu, tim editor Bangkok Post menulis judul "Indonesia Keliru". 

Dikutip dari laman Bangkok Post, tim editor mereka menyebut kebijakan mantan Gubernur DKI Jakarta yang mulai direalisasikan pada awal Desember 2014, dianggap kurang bersahabat, tidak ramah, dan tak diplomatik. Sebab, menurut mereka, penyebab Indonesia merugi dan tidak bisa memaksimalkan keuntungan dari sektor maritim karena langkah Pemerintah RI sendiri. 

"Indonesia kehilangan banyak ikan, karena hanya orang asinglah yang bisa menangkap ikan yang tidak bisa ditangkap oleh nelayan Indonesia sendiri. Kebijakan itu justru malah mengalihkan isu utama yang tengah dihadapi," tulis tim editor BP. 

Mereka, bahkan menyebut jumlah kerugian yang diklaim oleh pihak Indonesia per tahun sebesar US$20 miliar dianggap hanya dibesar-besarkan. Indonesia pun dianggap tidak memiliki kemampuan untuk menjaga teritori perairannya yang luas, sehingga kerap kecolongan. 

"Hal ini terlihat jelas. Presiden Indonesia mengklaim sekitar 4.500 kapal ikan ilegal beroperasi di wilayah perairannya setiap hari. Hal itu sederhana saja, karena Indonesia tidak mampu menegakkan hukum di negaranya dan melindungi teritorinya," kata mereka. 

Namun, lanjut BP, bukan berarti ketidakmampuan Indonesia untuk melindungi asetnya kemudian dijawab dengan hukuman berat bagi mereka yang melanggar teritori perairannya. 

Dalam data mereka, Pemerintah Indonesia melalui TNI Angkatan Laut telah menenggelamkan dua kapal Negeri Gajah Putih dan tiga kapal asal Vietnam. Namun, BP memperingatkan bahwa aksi tersebut bisa menyerang balik Indonesia.

Kebijakan Indonesia, kata BP, berpotensi menimbulkan pihak Vietnam, walaupun hingga saat ini pemerintah mereka belum mengeluarkan pernyataan soal penenggelaman kapal. 

"Sebagai contoh, otoritas Vietnam akan mulai melucuti aset warga Indonesia yang dianggap melanggar hukum setempat," ujar BP.

BP, kemudian menyarankan Indonesia sebagai salah satu negara anggota ASEAN untuk melindungi kesatuan ASEAN menjelang proses integrasi kawasan menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN. Rencana baru Presiden Jokowi yang menegakkan hukum dengan tindak kekerasan semacam itu, dianggap BP bisa membahayakan kesatuan di ASEAN. 

Bahkan, BP turut menyamakan Indonesia dengan Tiongkok yang ngotot dalam sengketa wilayah di Laut China Selatan, sehingga berpotensi menganggu keamanan di kawasan. 

"Indonesia perlu diam sejenak dan membahas masalah ini melalui jalur diplomatik atau berisiko menanggung serangan balik," kata BP.  

Lucunya, BP juga menyebut bahwa Pemerintah Thailand turut memiliki kebijakan penenggelaman kapal bagi nelayan yang melanggar teritori perairan Negeri Gajah Putih. 

"Dalam beberapa tahun terakhir, otoritas setempat telah menyita ratusan kapal karena telah melanggar teritori Thailand. Pelaku yang paling sering tertangkap berasal dari Vietnam, Kamboja dan Myanmar," kata mereka. (asp)