Empat Orang Dikarantina Terkait Ebola di AS

Palang Merah mengirimkan peralatan ke sebuah apartemen di Dalas, 2 Oktober.
Sumber :
  • REUTERS/Mike Stone

VIVAnews - Empat orang, yang dekat dengan pasien pertama terinfeksi Ebola di Amerika Serikat (AS), harus dikarantina di sebuah apartemen di Kota Dallas. Langkah ini menyusul upaya departemen kesehatan AS dalam memperluas pencarian atas orang-orang yang pernah melakukan kontak dengan pasien.

Kantor berita Reuters, dalam laporannya Jumat 3 Oktober, menyebut seorang kameramen televisi yang bekerja untuk stasiun televisi NBC News di Liberia terinfeksi Ebola, menjadi warga negara AS kelima yang tercatat terinfeksi virus mematikan menyebabkan setidaknya 3.300 jiwa meninggal.

Pria berusia 33 tahun yang tidak disebutkan namanya itu, akan diterbangkan pulang ke AS untuk menjalani perawatan. Segera setelah mulai mengalami demam, kameramen itu mengkarantina dirinya dan memeriksakan diri ke pusat perawatan Dokter Tanpa Tapal Batas (MSF).

Hasil pemeriksaan 12 jam kemudian, memastikan dia terinfeksi Ebola. Seluruh kru NBC akan dipulangkan ke AS dengan sebuah pesawat sewaan, serta mengisolasi diri hingga 21 hari, masa inkubasi maksimum virus Ebola.

Pejabat kesehatan AS mengatakan yakin dapat mencegah penyebaran Ebola di AS, setelah kasus pertama infeksi Ebola terjadi di wilayah AS awal pekan ini.

Lebih dari 100 orang diduga telah melakukan kontak langsung atau tidak langsung dengan Thomas Eric Duncan, warga Liberia yang berada di AS untuk mengunjungi keluarganya.

Direktur Pusat Kendali dan Pencegahan Penyakit Menular (CDC) Thomas Frieden, menyebut sejumlah orang terus diamani perkembangan kesehatannya. Tapi belum ada dari mereka yang menunjukkan gejala terinfeksi.

Duncan terinfeksi Ebola setelah membantu seorang perempuan hamil yang kemudian meninggal karena Ebola di Liberia, hanya beberapa hari sebelum melakukan perjalanan ke Texas melalui Brussel dan Washington, dua pekan lalu.

Di Liberia, kepala otoritas bandara Binyah Kesselly, mengatakan pemerintahnya dapat menuntut Duncan karena membantah telah melakukan kontak dengan seseorang yang didiagnosa terinfeksi Ebola.

Kesselly mengatakan Duncan harus mengisi kuisioner, yang menanyakan apakah di melakukan kontak dengan pasien Ebola. "Dia menjawab tidak untuk semua pertanyaan," kata Kesselly.

Duncan tidak menyebut bahwa dia membantu tetangganya, Marthalene Williams, yang dalam kondisi kritis dan meninggal pada 15 September. Presiden AS Barack Obama memanggil Walikota Dallas Mike Rawlings, Kamis, 2 Oktober.

Pejabat-pejabat AS mengatakan sistem perawatan kesehatan AS telah sangat siap untuk menangani penyebaran virus Ebola, dengan secara hati-hati melacak siapa yang telah melakukan kontak dengan Duncan dan melakukan tindakan yang diperlukan.

Rawlings mengatakan masalah yang terjadi sangat terlokalisasi. "Saat Saya mengatakan lokal, Saya merujuk ada sebuah lingkungan yang spesifik," katanya. Komisioner Departemen Pelayanan Kesehatan Texas, David Lakey, mengatakan empat orang yang dikarantina tidak menunjukkan gejala infeksi.

Disebut Lakey, pengawasan termasuk pemeriksaan dua kali sehari di apartemen tempat tinggal mereka. Sebelumnya pejabat AS menyebut ada beberapa orang yang potensial terekspos virus. Pada Rabu, 1 Oktober, jumlahnya disebut menjadi 18 orang.

Dikirim Pulang

Namun Kamis, 2 Oktober, disebut 100 orang yang kemungkinan melakukan kontak dengan pasien. CNN melaporkan bahwa seorang wanita yang melahirkan anak dari Duncan, Louisa, dikarantina di apartemennya bersama seorang anak berusia 13 tahun, serta dua keponakan berusia sekitar 20 tahun.

Keempatnya disebut berada di dalam apartemen saat Duncan mulai menunjukkan gejala sakit. Dr. Amesh Adalja, ahli penyakit menular dari Universitas Pittsburgh, mengatakan pelacakan kontak adalah sesuatu yang biasa dilakukan untuk melacak penyebaran tuberkulosis, cacar air dan penyakit seksual menular.

Menurut Adalja, hal paling mengganggu dalam insiden infeksi Ebola di AS adalah Duncan dikirim pulang dari rumah sakit dengan hanya diberikan antibiotik. "Ini sungguh sesuatu yang tidak semestinya terjadi," ujarnya.

"Ini menegaskan bahwa sejarah perjalanan seseorang harus menjadi bagian penting merawat seorang pasien," tambah Adalja. (ren)