Bocoran Dokumen: Arab Khawatirkan Iran

Reaktor nuklir Bushehr Iran
Sumber :
  • energia.gr

VIVAnews - Sejumlah negara Arab diketahui resah atas program nuklir Iran. Mereka menganggap Iran adalah ancaman, dan meminta Amerika Serikat (AS) untuk, bila perlu, menyerang Iran.

Demikian laporan rahasia komunikasi diplomatik antara AS dengan sejumlah negara. Laporan itu bocor dan dipublikasikan oleh laman Wikileaks, harian The New York Times dan Guardian, yang akhirnya menyebar ke media massa mancanegara.

Kawat diplomatik itu adalah laporan para diplomat AS atas sikap pemimpin atau pemerintah sejumlah negara atas berbagai isu dan diberi label "Secret," artinya tidak boleh diketahui publik. Namun, kini laporan itu bocor ke sejumlah media massa. 

Salah satu bocoran menarik adalah sikap pemimpin sejumlah negara Arab --termasuk Raja Abdullah dari Arab Saudi, yang ingin AS menyerang Iran mengatasi isu senjata nuklir. Sikap itu berasal dari sejumlah negara Arab yang bersekutu dengan AS.

Guadian mengungkapkan pimpinan Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir, menyebut Iran sebagai "setan," suatu "ancaman eksis," dan kekuatan yang "akan membawa kita kepada perang." Kalangan pejabat di Yordania dan Bahrain disebut-sebut secara terbuka meminta program nuklir Iran dihentikan dengan cara apaun, bila perlu secara militer.

Raja Abdullah berulangkali mendesak AS agar menyerang Iran untuk menghancurkan fasilitas nuklir, karena dikhawatirkan bisa digunakan menjadi bom atom. Dia "berulangkali meminta AS menyerang Iran agar mengakhiri program senjata nuklirnya," demikian ungkap salah satu kawat diplomatik.

"Dia bilang kepada Anda [Amerika] untuk memotong kepala ular," kata Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Adel a-Jubeir. Menurut bocoran dokumen, al-Juberi menulis kalimat itu dalam suatu laporan pertemuan antara Abdullah dengan panglima militer AS di Timur Tengah, Jenderal David Petreaus, pada April 2008.

Laman stasiun televisi CNN turut mengungkapkan laporan komunikasi antara Abdullah dengan pejabat Gedung Putih bidang anti terorisme, John Brennan, serta sejumlah pejabat AS lain pada Maret 2009.

Menurut laporan kawat itu, Abdullah berkata kepada pejabat AS dia baru saja bercakap-cakap dengan Menteri Luar Negeri Iran, Manouchehr Mottaki. "Kalian bangsa Persia tidak ada urusan turut campur atas masalah Arab," kata Abddullah kepada Mottaki, seperti yang dikutip CNN.

"Tujuan Iran akan menimbulkan masalah," lanjut Abdullah kepada Brennan setelah menirukan percakapannya dengan pejabat Iran itu. "Tidak diragukan ada sesuatu yang tidak stabil dalam hubungan mereka," kata Brennan seperti yang tercatat dalam laporan itu. 

Selain itu, juga muncul laporan mengungkapkan peringatan dari Menteri Pertahanan AS, Robert Gates, Februari lalu bahwa bila segala upaya diplomasi gagal, "kita mengambil risiko atas proliferasi di Timur Tengah, perang yang dipicu Israel, atau keduanya." 

Dalam bocoran kawat itu, kepala intelijen militer Israel, Mayor Jenderal Amos Yadlin, tahun lalu mengungkapkan, "Israel tak berada dalam posisi meremehkan Iran, dan terkejut seperti AS pada 11 September 2001."

Ditanya mengenai bocoran data-data itu, juru bicara Departemen Luar Negeri AS, PJ Crowley, mengatakan AS tak punya kebijakan mengomentari ihwal bocoran dokumen itu.

Namun pengelola Wikileaks, Julian Assange, mengatakan kekhawatiran itu menandakan pemerintah AS takut dimintai pertanggungjawaban. Hingga kini, Wikileaks mengakui baru mempublikasikan 200 dari 251.287 data yang mereka peroleh dari sumber tertentu.