Migrant Watch Soal Anggaran Rp 45 Triliun untuk PMI: Seharusnya Rp 1 Triliun Cukup
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Jakarta, VIVA – Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding sempat mengatakan bahwa Presiden RI Prabowo Subianto akan memberikan dana Rp 45 triliun untuk membantu mengatasi masalah pekerja migran Indonesia (PMI), terutama untuk biaya pemberangkatan, pelatihan dan pemberdayaan.
"Alhamdulillah atas perhatian dan komitmen Pak Prabowo Kementerian P2MI akan mendapatkan komitmen dari pemerintah untuk dana Rp45 triliun," kata Menteri Karding kepada media di Jakarta, 6 Januari lalu.
Menteri Karding mengatakan bahwa dana tersebut akan dikeluarkan secara bertahap sebanyak tiga kali selama 5 tahun masa pemerintahan Presiden Prabowo, dengan nilai masing-masing penyaluran adalah senilai Rp 15 triliun.
Dana itu, menurutnya, akan digunakan untuk membantu pekerja migran dalam bentuk pinjaman dengan bunga yang sangat rendah, yang salah satunya adalah untuk pemberangkatan dan pelatihan bagi PMI.
"Karena masalah utama selama ini adalah masalah pembiayaan akses pekerja migran Indonesia terhadap pembiayaan, terutama untuk cost structure pemberangkatan. Yang kedua untuk pelatihan dan mungkin juga pemberdayaan," katanya.
Menteri Karding juga menyampaikan rencana untuk membentuk Badan Layanan Umum (BLU) untuk mengelola dana tersebut secara profesional sehingga dana tersebut betul-betul dapat membantu PMI secara optimal.
Tujuan dari bantuan tersebut, kata dia, pada akhirnya adalah untuk memperkuat perlindungan bagi PMI sekaligus untuk meningkatkan devisa negara.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Eksekutif Migrant Watch, Aznil Tan, mempertanyakan rencana anggaran tersebut. Dia menilai bahwa alokasi dana itu tidak tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Rp 45 triliun selama lima tahun berarti Rp 9 triliun per tahun. Selama ini, BP2MI dengan anggaran Rp 400 miliar per tahun saja mampu mendukung penempatan 300 ribu orang. Jika diberi dana Rp 9 triliun, seharusnya ada penempatan 9 juta orang per tahun," kata Aznil Tan dalam keterangannya kepada media di Jakarta, Selasa 14 Januari 2025.
Aznil juga menjelaskan bahwa potensi masyarakat yang bekerja ke luar negeri hanya mencapai maksimal 2 juta orang.
"Kebutuhan lapangan pekerjaan setiap tahun hanya berkisar lima juta. Dari jumlah itu, hanya sekitar 30 persen yang berpotensi bekerja ke luar negeri. Jika satu juta orang saja per tahun bisa ditempatkan, KP2MI sudah dianggap berjasa oleh rakyat," tegasnya.
Lebih lanjut, Aznil menilai bahwa kebutuhan anggaran untuk mendukung penempatan dan pembiayaan PMI seharusnya jauh lebih kecil dari yang direncanakan pemerintah.
"Dana di bawah Rp 1 triliun saja sudah cukup untuk mendukung penempatan PMI sebanyak 1 juta orang. Untuk pembiayaan, negara cukup hadir dengan membuka akses ke perbankan melalui KUR PMI, serta memberikan kepastian bahwa PMI mendapat pinjaman. Jadi, tidak perlu ada kucuran dana Rp 45 triliun," papar Aznil.
"Prinsip pembuatan anggaran kementerian itu harus azas akuntabilitas dan transparansi. Bukan angka tanpa dasar. Apalagi dananya sangat fantastis Rp 45 triliun. Maka harus jelas peruntukannya dan rasionalitasnya. Dengan prinsip ini, KP2MI dapat memastikan anggaran digunakan secara efektif, efisien, dan tepat sasaran, sekaligus membangun kepercayaan publik terhadap kinerjanya." pungkasnya.