Lonjakan Kasus HMPV di Tiongkok Bawa Kenangan Kelam tentang Pandemi COVID-19
- vstory
Tiongkok, VIVA – Awal tahun 2025 membawa kembali kenangan kelam tentang wabah COVID-19 di Tiongkok lima tahun lalu, kali ini dengan lonjakan kasus Human Metapneumovirus (HMPV) yang meluas di seluruh negeri. Rumah sakit penuh sesak dengan pasien terinfeksi, orang-orang kembali memakai masker, dan media sosial ramai membahas kemungkinan karantina wilayah (lockdown). Situasi ini menjadi pengingat yang menakutkan akan awal pandemi COVID-19 dan dampaknya yang meluas, tidak hanya bagi Tiongkok tetapi juga bagi dunia.
Video-video yang beredar di media sosial menunjukkan warga Tiongkok mengalami gejala seperti pilek dan batuk berbondong-bondong ke rumah sakit. Beberapa pasien tampak dalam kondisi kritis akibat infeksi paru-paru yang serius. Profesor Jill Carr, ahli virologi dari Universitas Flinders, menyebutkan bahwa “HMPV memang dapat menyebabkan sakit parah,” meskipun komunitas ilmiah sudah memahami keragaman genetik dan epidemiologi virus ini.
Dilansir Nepalpana, Selasa 14 Januari 2025, pada pekan pertama Januari 2025, infeksi HMPV di Tiongkok melonjak hingga 529 persen, menyerang orang dari semua kelompok usia. Virus ini terdeteksi di hampir seluruh wilayah, termasuk Beijing, Chongqing, dan Guangdong, menimbulkan kekhawatiran global tentang kemungkinan terulangnya pandemi serupa COVID-19. Beberapa negara bahkan telah memulai pengawasan ketat terhadap penerbangan dari Tiongkok.
Meski para ahli telah menenangkan publik bahwa ancaman dari HMPV tidak sebesar COVID-19, penyebaran virus yang cepat membuat kekhawatiran meningkat. “Sebagian besar kekhawatiran ini dipengaruhi oleh bias akibat ingatan kolektif tentang awal COVID-19 yang bermula di Tiongkok,” ujar Dr. Simon Williams, seorang ilmuwan perilaku sekaligus konsultan WHO.
Kan Biao, kepala Institut Nasional Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular Tiongkok, memperkirakan peningkatan penyebaran HMPV, terutama di kalangan anak-anak usia di bawah 14 tahun. Di Wuhan, 30 anak jatuh sakit akibat lonjakan infeksi, sehingga sekolah-sekolah terpaksa ditutup. Menariknya, Wuhan juga menjadi lokasi awal wabah COVID-19 pada tahun 2019-2020.
Walau dinyatakan tidak separah COVID-19, HMPV tetap berisiko tinggi bagi bayi, lansia, dan individu dengan sistem kekebalan tubuh lemah. Selain itu, virus ini lebih sulit terdeteksi dibandingkan virus lainnya. Dr. Peter Openshaw, ahli virus dari Imperial College London, mengatakan, “Ini adalah patogen yang sangat penting, sulit dideteksi, dan sering kali tidak teridentifikasi bahkan dalam tes laboratorium.”
Ketakutan terhadap pandemi lain juga dipicu oleh kekhawatiran terhadap keterbatasan transparansi pemerintah Tiongkok dan penanganan wabah COVID-19 di masa lalu. Sejumlah kematian misterius semakin menambah kepanikan. Seorang petani di Wuhan melaporkan, “Banyak orang terserang flu, dan beberapa meninggal dunia minggu ini. Usia mereka berkisar antara 40-an hingga 80-an.”
Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Tiongkok, HMPV menyumbang 5,4 persen dari total pasien rawat inap, melebihi angka kasus COVID-19. Rumah sakit kewalahan menerima pasien yang datang dengan keluhan pernapasan, sementara daftar tunggu terus bertambah. Rumah sakit anak-anak menjadi yang paling terdampak.
Di sisi lain, krematorium dan rumah duka tetap penuh meskipun pemerintah menyatakan situasi terkendali. “Antrean untuk kremasi sangat panjang. Hari ini, tiga tungku VIP kami terpakai,” ungkap seorang direktur pemakaman bernama Wang.
Dr. Jacqueline Stephens, dosen senior Universitas Flinders, menambahkan bahwa masyarakat kini lebih waspada terhadap wabah penyakit. “Mendengar istilah human metapneumovirus memang terdengar menakutkan,” katanya.
Hingga kini, belum ada vaksin yang tersedia untuk menangkal HMPV, meskipun kasus terus meningkat. Rumah sakit yang kewalahan, masker yang kembali dikenakan, ketidakpastian medis, serta krematorium yang penuh sesak di Tiongkok menjadi gambaran yang mirip dengan masa-masa awal pandemi COVID-19 yang menghantui dunia.