Ribuan Narapidana Penjara 'High Risk' di Mozambik Kabur Massal Imbas Kerusuhan Hasil Pemilu

Kerusuhan pecah di Mozambik buntut hasil pemilu
Sumber :
  • AP

Mozambik, VIVA – Kerusuhan yang dipicu pengumuman hasil akhir pemilihan umum di Mozambik, Afrika bagian Timur, telah menyebabkan insiden pelarian massal narapidana yang terjadi di penjara dengan keamanan maksimum di dekat ibu kota Mozambik, Maputo, seperti dilaporkan oleh media setempat.

Pada Senin , 23 Desember 2024, Dewan Konstitusi Mozambik mengonfirmasi hasil pemilihan umum Oktober, yang menetapkan kemenangan kandidat dari partai yang berkuasa, FRELIMO, Daniel Chapo sebagai Presiden terpilih. Pengumuman tersebut memicu kerusuhan di berbagai wilayah negara tersebut.

"Kami mengonfirmasi adanya pelarian ini, tetapi tim kami masih berada di lapangan untuk menentukan jumlah pasti dan rincian lainnya," ujar Sekretaris Tetap Kementerian Kehakiman, Justino Tonela, kepada kantor berita setempat.

Pada hari yang sama, Agence France-Presse melaporkan bahwa, menurut Komandan Jenderal Polisi Bernardino Rafael, sebanyak 1.534 narapidana kabur dalam insiden tersebut. Rafael juga menyebutkan bahwa 33 narapidana tewas dan 15 lainnya terluka selama pelarian. Polisi berhasil menangkap sekitar 150 narapidana yang kabur, tambah Rafael.

Penjara Keamanan Maksimum Maputo, yang terletak sekitar 14 kilometer dari ibu kota, menampung lebih dari 3.000 narapidana yang sebagian besar dihukum atas kejahatan kekerasan, terutama pembunuhan, menurut Kementerian Kehakiman Mozambik.

Pemilihan umum di Mozambik diadakan pada 9 Oktober, dengan hasil awal menunjukkan Chapo memimpin dalam pemilihan presiden. Dalam putusan Hakim Dewan Konstitusi menunjuk Daniel Chapo sebagai presiden berikutnya, yang menegaskan bahwa kandidat Frelimo memenangkan 65 persen suara,.

Sementara kandidat independen penantang utama Venancio Mondlane hanya memperoleh total 24 persen suara.Ia kemudian menyuarakan ketidaksetujuannya terhadap hasil sementara dan menyerukan aksi pembangkangan sipil secara luas.

Para pendukung Mondlane, yang sebagian besar terdiri dari ratusan ribu anak muda, sejak itu turun ke jalan, dan menghadapi tembakan dari pasukan keamanan.

Setidaknya 110 orang tewas di seluruh negeri hingga Senin, menurut kelompok hak asasi manusia Amnesty International. Kelompok pemantau lainnya memperkirakan jumlah korban tewas mencapai 130 orang.