Pejabat AS: Ratusan Tentara Korea Utara Tewas Saat Bertempur Melawan Ukraina
- 112.ua
Jakarta, VIVA – Pasukan Korea Utara yang dikirim untuk membantu Rusia dalam perang melawan Ukraina dilaporkan telah menderita banyak korban dengan perkiraan ratusan prajurit tewas atau terluka.
Seorang pejabat militer senior Amerika Serikat (AS) mengungkapkan bahwa Korea Utara mengirim ribuan tentara untuk memperkuat pasukan Rusia, termasuk di wilayah Kursk yang terletak di dekat perbatasan Rusia dengan Ukraina.
Menurut pejabat AS yang tidak ingin disebutkan namanya, korban-korban tersebut mengalami luka ringan hingga yang fatal.
"Ini adalah perkiraan kami dan ini mencakup segala hal mulai dari luka ringan hingga tewas dalam pertempuran," kata pejabat tersebut, dilansir dari The Guardian.
Salah satu faktor utama yang dianggap menyebabkan tingginya jumlah korban adalah tidak adanya pengalaman pasukan Korea Utara dalam pertempuran.
"Mereka bukan pasukan yang terlatih dalam pertempuran. Mereka belum pernah bertempur sebelumnya," tambah pejabat tersebut.
Pada awal tahun 2024, pasukan Ukraina berhasil merebut wilayah Kursk dari pasukan Rusia. Meskipun sudah kehilangan beberapa wilayah, Rusia terus berusaha untuk mempertahankan posisi strategisnya dengan melibatkan pasukan asing, termasuk tentara Korea Utara.
Panglima Tertinggi Ukraina, Oleksandr Syrsky, juga mengonfirmasi bahwa pasukan Korea Utara telah terlibat dalam serangan intensif di Kursk dalam beberapa hari terakhir.
Diketahui, hubungan militer antara Rusia dan Korea Utara telah menguat sejak invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022. Negara-negara ini semakin dekat satu sama lain dengan Korea Utara berharap dapat memperoleh teknologi militer canggih dan pengalaman tempur untuk pasukannya yang belum terbukti dalam pertempuran berskala besar.
Disisi lain, Rusia mendapatkan dukungan tambahan dalam perang yang sudah memakan banyak sumber daya dan korban jiwa.
Sementara itu, Amerika Serikat (AS) terus menjadi pendukung utama Ukraina dengan memberikan bantuan militer dan keuangan yang sangat besar.
Sejak perang dimulai, AS telah mengirim miliaran dolar dalam bentuk bantuan yang disahkan oleh pemerintahan Presiden Joe Biden.
Namun, situasi ini menghadirkan ketidakpastian karena pergantian pemerintahan AS yang akan datang. Presiden terpilih Donald Trump, yang akan menjabat pada 2025 telah berulang kali mengkritik kebijakan Biden dalam memberikan bantuan kepada Ukraina.
Trump bahkan mengklaim bahwa dia bisa mengamankan gencatan senjata dalam waktu singkat jika terpilih kembali.