Viral! Anggota Parlemen Maori Gelar Tarian Haka saat Sidang, Apa Penyebabnya?

Anggota parlemen melakukan tarian haka
Sumber :
  • TikTok @whakaatamaori

Selandia Baru, VIVA – Sidang Parlemen Selandia Baru menjadi panas setelah anggota Te Pati Maori, Hana Rawhiti Maipi Clarke, melakukan tarian tradisional Maori yaitu Haka, sebagai bentuk protes terhadap rancangan undang-undang (RUU) kontroversial yang ingin mengubah definisi Perjanjian Waitangi pada Kamis 14 November 2024.

Tindakan Tarian Haka memicu ketegangan yang membuat sidang dihentikan sementara, bahkan Maipi Clarke dikeluarkan dari ruang sidang.

Seperti dikutip dari Associated Press, Senin 18 November 2024, Tarian Haka dilakukan Maipi Clarke saat debat berlangsung, dan diikuti oleh sejumlah anggota parlemen oposisi.

Aksi tersebut sebagai respons keras terhadap RUU yang dianggap melemahkan hak-hak suku Maori. Akibatnya, ketua parlemen memutuskan untuk menghentikan sesi debat karena situasi dianggap semakin tidak terkendali.

Perjanjian Waitangi yang didebatkan dalam rapat itu merupakan perjanjian yang ditandatangani pada tahun 1840 antara suku Maori dan Kerajaan Inggris. Perjanjian Waitangi menjadi tonggak penting yang menjanjikan perlindungan hak-hak Maori atas tanah dan kepentingan mereka, dengan imbalan pengalihan kekuasaan kepada Inggris.

Namun, RUU baru yang diperjuangkan oleh David Seymour, pemimpin Partai ACT, berupaya memperluas penerapan hak-hak dalam perjanjian tersebut kepada seluruh warga Selandia Baru.

Pertunjukan kebudayaan Suku Maori Selandia Baru.

Photo :
  • Tourism New Zealand (TNZ)

RUU ini berhasil melewati pemungutan suara pertama, meskipun hanya didukung oleh sedikit anggota parlemen. Banyak yang menilai rancangan tersebut berpotensi memicu konflik rasial dan merusak stabilitas konstitusional. Ribuan warga Selandia Baru bahkan turun ke jalan untuk menentang RUU tersebut, mereka menyuarakan kekhawatiran atas ancaman terhadap hak-hak suku Maori.

Sejak pertama kali ditandatangani, Perjanjian Waitangi kerap menjadi sumber perselisihan. Perbedaan interpretasi antara teks dalam bahasa Inggris dan Maori, ditambah pelanggaran yang dilakukan oleh pemerintah, telah menyebabkan kehilangan tanah, budaya, dan bahasa bagi suku Maori.

Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Selandia Baru berupaya menebus pelanggaran tersebut melalui penyelesaian sengketa tanah dan perlindungan bahasa Maori. Namun, Seymour menilai bahwa prinsip dalam perjanjian perlu diperjelas melalui RUU baru.

Ketegangan ini menandai babak baru dalam sejarah panjang perjuangan Maori untuk mempertahankan hak-hak mereka dan menjaga warisan Perjanjian Waitangi. Sementara itu, masa depan RUU ini masih menjadi tanda tanya dengan perdebatan lebih lanjut yang diperkirakan akan terus memanas.