Dugaan Kebocoran Data Rahasia, Ajudan hingga Jubir Netanyahu Ditangkap

VIVA Militer: Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu
Sumber :
  • newrepublic.com

Tel Aviv, VIVA – Dugaan kebocoran dokumen rahasia Gaza, yang melibatkan seorang ajudan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah mengguncang politik Israel dan membuat marah keluarga para sandera, yang ditawan Hamas.

Rincian kasus tersebut telah terungkap perlahan karena adanya perintah untuk bungkam.

Namun, putusan hakim yang mencabut sebagian perintah tersebut telah memberikan gambaran awal tentang kasus yang membahayakan sumber keamanan dan mungkin telah merugikan upaya Israel untuk membebaskan para sandera.

VIVA Militer: Benjamin Netanyahu bersama tentara Israel

Photo :
  • Facebook/The Prime Minister of Israel

“Informasi intelijen rahasia dan sensitif diambil dari sistem IDF (Pasukan Pertahanan Israel) dan dibawa keluar secara ilegal,” kata putusan Pengadilan Magistrat Rishon Le-Zion pada hari Minggu, 3 November 2024.

Kebocoran data rahasia itu juga mungkin telah menyebabkan kerusakan serius pada keamanan negara Israel dan menimbulkan risiko bagi sumber informasi.

Dalam hal itu, pengadilan mengatakan, kebocoran tersebut dapat merugikan upaya untuk membebaskan para sandera.

Meski demikian, Netanyahu telah membantah adanya kesalahan yang dilakukan oleh staf kantornya dan mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa ia baru mengetahui dokumen yang bocor tersebut dari media.

Beberapa warga Palestina berjalan di tengah reruntuhan sekolah UNRWA di Kota Gaza, yang hancur dalam semalam akibat serangan udara Israel pada 8 Oktober 2023.

Photo :
  • ANTARA/Majdi Fathi/NurPhoto

Melansir dari Alarabiya, Senin, 4 November 2024, keempat tersangka yakni satu juru bicara dari lingkaran Netanyahu dan tiga di antaranya anggota lembaga keamanan tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar.

Rincian dari dokumen yang dimaksud dipublikasikan oleh surat kabar Israel, Haaretz, salah satu media yang telah mengajukan banding ke pengadilan untuk mencabut perintah bungkam tersebut.

Artikel itu, yang diberi label eksklusif, konon menguraikan strategi negosiasi Hamas, kelompok militan Palestina yang telah diperangi Israel di Gaza selama lebih dari setahun.

Sekitar waktu itu, Amerika Serikat (AS), Qatar, dan Mesir memediasi pembicaraan gencatan senjata antara Israel dan Hamas, yang akan mencakup kesepakatan untuk membebaskan sandera yang ditahan di Gaza.

Namun, pembicaraan tersebut gagal karena Israel dan Hamas saling menyalahkan atas kebuntuan tersebut. Artikel yang dimaksud sebagian besar sesuai dengan tuduhan Netanyahu terhadap Hamas atas kebuntuan itu.

Artikel tersebut juga diterbitkan beberapa hari setelah enam sandera Israel ditemukan tewas di terowongan Hamas di Gaza selatan. Pembunuhan mereka memicu protes massal di Israel dan membuat marah keluarga sandera, yang menuduh Netanyahu menggagalkan perundingan gencatan senjata karena alasan politik.

Pada hari Sabtu, 2 November 2024, beberapa keluarga bergabung dengan seruan jurnalis Israel untuk mencabut perintah pembungkaman.

"Orang-orang ini telah hidup dalam pusaran rumor dan setengah kebenaran," kata pengacara mereka, Dana Pugach.

"Selama setahun terakhir mereka telah menunggu untuk mendengar informasi intelijen atau informasi apa pun tentang negosiasi pembebasan para sandera tersebut. Jika sebagian informasi itu telah dicuri dari sumber militer, maka kami pikir keluarga (para sandera) tersebut berhak untuk mengetahui detail yang relevan," tambahnya.

Dalam sesi lain pada hari Minggu tentang penyelidikan oleh dinas keamanan dalam negeri Shin Bet, polisi, dan militer, pengadilan memerintahkan satu tersangka dibebaskan, sementara yang lainnya ditahan, menurut Haaretz.

Ketika ditanya tentang penyelidikan tersebut, Bild mengatakan bahwa mereka tidak mengomentari sumbernya. 

"Keaslian dokumen yang kami ketahui dikonfirmasi oleh IDF (Pasukan Pertahanan Israel) segera setelah dipublikasikan," katanya.

Perang di Gaza meletus setelah militan pimpinan Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober 2023, dab menewaskan sekitar 1.200 orang dan membawa 251 sandera ke daerah kantong itu, menurut penghitungan Israel.

Sementara itu, serangan balasan Israel telah menewaskan lebih dari 43.000 warga Palestina dan menghancurkan sebagian besar Gaza.