Parlemen Lebanon: AS Tidak Pernah Mendukung Penghentian Perang
- Associated Press
Beirut, VIVA – Ketua Parlemen Lebanon, Nabih Berri mengklaim bahwa pemerintah AS tidak melakukan apa pun untuk menghentikan perang Israel di Lebanon.
"(AS) mengatakan mereka mendukung penghentian perang tetapi tidak melakukan apa pun untuk mencapainya," kata Berri, dikutip dari The Cradle, Kamis, 10 Oktober 2024.
"Prancis masih bersama kita dalam posisi ini, seperti halnya Inggris. Mengenai Amerika, mereka mengatakan mereka bersama kita, tetapi mereka tidak melakukan apa pun untuk menghentikan agresi," tegasnya.
Komentar Berri mengikuti laporan harian Lebanon Al-Akhbar yang mengungkapkan bahwa pejabat AS dan Jerman seolah-olah 'menutup pintu' pada setiap negosiasi diplomatik yang dapat mengakhiri serangan Israel, dan sebaliknya memberi Tel Aviv cukup waktu untuk melenyapkan Hizbullah dan sekutunya di Lebanon.
Sebagai ketua parlemen dan pemimpin partai Gerakan Amal Muslim Syiah, Berri sering kali menjadi mediator antara kekuatan barat dan Hizbullah.
“Selama perang 2006, saya bertanggung jawab atas negosiasi politik, dan hari ini saya melakukan hal yang sama,” ucap Berri.
Ia menambahkan bahwa sidang Dewan Keamanan PBB, pada hari Kamis akan memberikan indikasi tentang arah gerakan politik untuk gencatan senjata di Lebanon.
Saat mesin perang AS-Israel terus bergulir di Lebanon, Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengungkapkan pada hari Rabu bahwa seperempat wilayah negara itu berada di bawah perintah evakuasi paksa.
“Krisis kemanusiaan Lebanon memburuk pada tingkat yang mengkhawatirkan. Serangan udara Israel tidak hanya meningkat, tetapi juga meluas ke daerah-daerah yang sebelumnya tidak terkena dampak dan semakin menargetkan infrastruktur sipil yang penting,” kata OCHA dalam pembaruan situasi.
Sebagai informasi, lebih dari 2.000 orang telah tewas di Lebanon selama setahun terakhir oleh tentara Israel, sebagian besar dari mereka tewas sejak meluasnya perang akhir bulan lalu, termasuk sedikitnya 100 anak-anak dan 300 wanita.
Selain itu, sekitar 1,5 juta orang telah mengungsi dari rumah mereka.
Seiring memburuknya situasi di negara tersebut, Wall Street Journal (WSJ) melaporkan bahwa Gedung Putih memanfaatkan perang sebagai peluang untuk menyingkirkan Hizbullah secara politik.
Untuk tujuan ini, Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken telah melobi para pemimpin Qatar, Mesir, dan Arab Saudi untuk mendukung upaya AS dalam mengangkat pilihan yang mereka sukai sebagai presiden.
Sejak 2022, Lebanon tidak memiliki presiden, karena partai-partai politik di negara tersebut tidak dapat mengatasi kebuntuan tentang siapa yang harus menduduki jabatan tersebut.
Dua calon terdepan adalah komandan Angkatan Bersenjata Lebanon (LAF) Joseph Aoun, yang mendapat dukungan dari Washington dan sekutu-sekutunya di Lebanon, dan Suleiman Franjieh, pemimpin Gerakan Marada, yang mendapat dukungan dari blok parlemen Loyalitas kepada Perlawanan, termasuk Hizbullah.
Setelah pemilihan umum 2022, blok Loyalitas kepada Perlawanan memenangkan jumlah kursi parlemen terbanyak. Akan tetapi, baik blok yang dipimpin Hizbullah dan Amal maupun partai-partai yang didukung Barat tidak memperoleh cukup kursi untuk membentuk pemerintahan mayoritas.