UEA Jadi Negara Arab Pertama yang Punya Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Abu Dhabi, VIVA – Uni Emirat Arab (UEA), berhasil merampungkan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama di negara Arab. PLTN bernama Barakah itu kini telah beroperasi penuh. Reaktor keempat dan terakhir PLTN tersebut mulai beroperasi secara komersial pada hari Kamis, yang merupakan tonggak penting bagi ambisi energi UEA.
PLTN Barakah, yang berarti "berkah" dalam bahasa Arab, terletak di Abu Dhabi dan akan menghasilkan listrik sebanyak 40 terawatt-jam (TWh) setiap tahun.
Menurut Emirates Nuclear Energy Corporation (ENEC) milik negara, hasil produksi ini akan memenuhi 25 persen dari permintaan listrik UEA.
PLTN tersebut juga akan memasok listrik ke industri-industri utama seperti Abu Dhabi National Oil Company, Emirates Steel, dan Emirates Global Aluminium.
Presiden Sheikh Mohamed bin Zayed Al-Nahyan memuji penyelesaian pembangunan pabrik tersebut sebagai langkah signifikan menuju emisi bersih UEA.
"Kami akan terus memprioritaskan keamanan dan keberlanjutan energi demi kepentingan negara dan rakyat kami hari ini dan esok," kata Presjsen Al-Nahyan, dikutip dari Middle East Monitor, Senin, 9 September 2024.
Pabrik nuklir tersebut merupakan bagian dari strategi negara Teluk yang lebih luas untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan meningkatkan energi terbarukan pada tahun 2050.
Program nuklir UEA, yang diluncurkan pada tahun 2009, merupakan investasi sebesar US$ 20 miliar (Rp 309,1 triliun). Dengan keempat reaktor yang sekarang beroperasi, negara tersebut bergabung dengan sekelompok kecil negara dengan pabrik nuklir yang berfungsi. Namun, UEA telah menegaskan kembali bahwa ambisi nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai, yang membedakan dirinya dari program nuklir Iran di dekatnya.
Rekan negara GCC, Arab Saudi juga sedang mengejar rencana untuk mengembangkan industri nuklir sebagai bagian dari transisi energi yang lebih luas.
Kerajaan itu bermaksud menambah kapasitas energi nuklir sebesar 17 gigawatt pada tahun 2032. Akan tetapi, kemajuannya relatif lambat, karena negara itu masih dalam tahap awal upaya pengembangan nuklirnya.