Konflik Berdarah Sudan Renggut 12.260 Nyawa dan Lukai 33.000 Orang dalam 12 Bulan

Farhan Haq, juru bicara PBB
Sumber :
  • Anadolu Ajansi

Jakarta, VIVA – PBB menyatakan keprihatinannya pada hari Minggu, 11 Agustus 2024 atas pertempuran yang sedang berlangsung antara Angkatan Bersenjata Sudan dan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter di Darfur Utara.

"Sekretaris Jenderal (Antonio Guterres) sangat khawatir dengan situasi yang berkembang di El Fasher, Darfur Utara, di mana pertempuran sengit telah dilaporkan antara Angkatan Bersenjata Sudan, Pasukan Dukungan Cepat, dan elemen-elemen Gerakan Perjuangan Bersenjata," kata Farhan Haq, juru bicara PBB, dalam sebuah pernyataan.

VIVA Militer: Milisi pemberontak Sudan, Pasukan Dukungan Cepat (RSF)

Photo :
  • alarabiya.net

"Bentrokan ini memiliki konsekuensi yang menghancurkan bagi penduduk sipil," tambahnya.

Dilansir dari Anadolu Ajansi pada Senin, 12 Agustus 2024, pertempuran tersebut juga akan semakin memperburuk kebutuhan kemanusiaan di dalam dan sekitar El Fasher (kota di Sudan) pada saat kondisi kelaparan telah dipastikan terjadi di kamp Zamzam di sebelah selatan El Fasher dan kemungkinan juga terjadi di lokasi pengungsian lainnya di kota tersebut, kata Haq.

"Sekretaris Jenderal menghimbau semua pihak untuk mematuhi kewajiban mereka berdasarkan hukum humaniter internasional untuk melindungi dan mengizinkan perjalanan yang aman bagi warga sipil dan memfasilitasi akses kemanusiaan yang cepat dan tanpa hambatan," tambahnya.

Mengulangi seruannya untuk penghentian segera permusuhan dan gencatan senjata yang langgeng, Haq mengatakan bahwa Guterres juga mendesak para pihak untuk kembali ke dialog politik sebagai satu-satunya jalan menuju penyelesaian yang dinegosiasikan.

Sudan telah terjerumus dalam pertempuran antara tentara yang dipimpin Jenderal Abdel Fattah al-Burhan, yang merupakan kepala Dewan Berdaulat yang berkuasa, dan RSF yang dipimpin mantan wakilnya Mohamed Hamdan Daglo.

Setidaknya 12.260 orang tewas dan lebih dari 33.000 orang terluka dalam konflik yang dimulai pada April 2023, menurut angka PBB.

Krisis kemanusiaan terus memburuk karena hampir 6,8 juta orang telah meninggalkan rumah mereka untuk mencari keselamatan di Sudan atau negara-negara tetangga.

Beberapa perjanjian gencatan senjata yang ditengahi oleh Arab Saudi dan mediator AS telah gagal mengakhiri kekerasan.