Israel Bom Sekolah Perempuan di Gaza, 30 Orang Tewas
- The New Arab.
Gaza, VIVA – Serangan udara Israel di sebuah sekolah perempuan di Deir al-Balah, Gaza tengah, menewaskan sedikitnya 30 orang dan melukai lebih dari 100 orang, pada Sabtu, 28 Juli 2024. Hal itu disampaikan oleh kementerian kesehatan Palestina.
Sekolah Perempuan Khadija diketahui melindungi lebih dari 4.000 warga Palestina yang mengungsi, menurut pejabat pertahanan sipil di daerah kantong itu. Sebuah rumah sakit lapangan juga beroperasi di dalam kompleks sekolah.
"Saya sangat beruntung bisa selamat," kata Fadel Keshko, seorang pria berusia 22 tahun yang tinggal di sekolah bersama nenek dan keponakannya yang sakit.
"Bangunan tempat saya berlindung menjadi sasaran langsung. Jarak antara saya dan roket hanya satu meter jauhnya. Saya ngeri dan takut," tambahnya, dikutip dari Middle East Eye, Selasa, 30 Juli 2024.
Keshko dan kerabatnya sejak itu melarikan diri ke Khan Younis, tempat tentara Israel saat ini menyerang daerah yang sebelumnya ditetapkan sebagai zona kemanusiaan.
“Tidak ada yang bisa saya lakukan,” ucapnya.
"Saya mengungsi dari Gaza utara. Sekarang, ini gelombang pengungsian lainnya. Saya tidak tahu ke mana saya harus pergi.”
Sebagai informasi, jet tempur Israel menembakkan tiga rudal ke rumah sakit lapangan di sekolah tersebut.
Tentara Israel mengatakan mereka menyerang pusat komando dan kendali Hamas yang tertanam di sekolah tersebut, tanpa memberikan bukti apa pun.
Militer Israel juga secara teratur menggunakan klaim ini untuk membenarkan serangan terhadap rumah sakit, sekolah, dan infrastruktur sipil lainnya di Gaza. Mereka hampir tidak memberikan bukti.
Rekaman dari tempat kejadian pada hari Sabtu menunjukkan lantai sekolah dipenuhi puing-puing saat penyelamat berusaha mengambil mayat dan membawa warga Palestina yang terluka.
Keshko menggambarkan darah berceceran di lantai, ibu-ibu menangis kesakitan dan panik.
“Tidak seorang pun dapat membayangkan bahwa ini akan terjadi,” ungkapnya.
“Itu adalah sekolah yang melindungi para penyintas perang dan teman-teman mereka. Saya bahkan tidak bisa bernapas. Aku tidak bisa bicara. Aku merasa tidak akan bisa bertahan hidup lagi.”