Walau Tak Ada Bukti, Ini Alasan AS Tunjuk Hidung Iran Dalang Penembakan Trump
- AP Photo/Gene J. Puskar
Amerika Serikat – Pasukan pengamanan Amerika Serikat, Secret Service, meningkatkan penjagaan terhadap Donald Trump setelah pejabat AS memperoleh informasi dari badan intelijen terkait insiden penembakan Donald Trump beberapa hari lalu.
Mengutip CNBC, tiga pejabat AS memberikan keterangan bahwa tragedi Trump ditembak merupakan rencana Iran sebagai upaya pembunuhan. Pernyataan tersebut disampaikan tiga pejabat AS mepasa NBC News pada Selasa (16/7/2024).
Pemberitaan rencana Iran ini sontak menimbulkan banyak pertanyaan tentang kegagalan Secret Service untuk mencegah pelaku yang melakukan penembakan dari atap gedung yang berada di dekat tempat kampanye Trump.
"Setelah mengetahui adanya ancaman itu, Dewan Keamanan Nasional segera menghubungi Secret Service untuk memastikan mereka terus melacak laporan terbaru terkait hal ini,” ujar seorang pejabat keamanan nasional.
United States Secret Service (USSS) memberikan informasi terkait 'ancaman' Iran kepada pemimpin pasukan dan tim kampanye. Tepat satu hari sebelum insiden, dinas keamanan itu meningkatkan jumlah personel hingga kekuatan persenjataan untuk melindungi Donald Trump.
Juru bicara secret Service, Anthony Guglielmi, membeberkan pihaknya dan badan keamanan kepresidenan lainnya terus memperbaharui informasi ancaman potensial baru dan mengambil tindakan untuk menyesuaikan sumber daya sesuai kebutuhan.
"Kami tidak dapat mengomentari ancaman tersebut secara lebih jauh selain mengatakan bahwa kami menanggapinya serius dengan melakukan tindakan-tindakan pencegahan dengan tepat,” ujar Guglielmi.
Adrienne Watson selaku Juru Bicara Dewan Keamanan Nasional AS, menuturkan aparat penegak hukum sudah melakukan penyelidikan terhadap pelaku penembakan Trump dan tidak ditemukan keterkaitan antara pelaku, Thomas Matthew Crooks sebagai kaki tangan dari Iran.
Watson mengatakan pihaknya telah berulang-ulang menerima ancaman pembunuhan Trump oleh Iran. Menurutnya, alasan di balik rencana tersebut dilandasi niat balas dendam.
"Ancaman-ancaman ini muncul sebagai bentuk balas dendam Iran atas pembunuhan Qassem Soleimani. Kami menganggap ini sebagai masalah keamanan nasional dan dalam negeri dengan prioritas tertinggi," imbuh Watson.
Saat itu, Soleimani menjabat sebagai jenderal paling berkuasa di Iran yang terbunuh akibat serangan udara AS di Baghdad, Irak. Insiden terjadi ketika Donald Trump menjadi orang nomor satu di negara Paman Sam tersebut, tepatnya Januari 2020.
Sebelumnya, Iran menargetkan mantan pejabat tinggi pemerintahan Trump lain yang terlibat dalam operasi serangan udara yang menyebabkan kematian Soleimani. di antaranya, yang terus memiliki rincian keamanan sebagai hasil dari rencana tersebut. Mereka adalah mantan Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, dan mantan Penasihat Keamanan Nasional, John Bolton.
Dalam sebuah keterangan menuliskan misi Iran merupakan sebuah tuduhan yang tidak berdasar dan termasuk tindak kejahatan yang menuntut Trump untuk diadili karena dinilai sebagai aktor yang memberikan perintah untuk membunuh Jenderal Soleiman.
Sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas keselamatan mantan presiden sekaligus capres AS, Secret Service menghadapi kritik pedas karena gagal menghentikan aksi Crooks. Akibatnya, satu pria yang merupakan peserta kampanye meninggal dunia dan dua lainnya terluka parah .
Menurut Secret Service, pengamanan gedung semestinya menjadi tugas pihak kepolisian setempat. Alasannya tempat pelaku melakukan tembakan berada di luar radius pengamanan Secret Service.
Direktur Secret Service menuturkan aksi penembakan terhadap Trump tidak bisa diterima dan sesuatu yang tidak boleh terjadi lagi.
"Tanggung jawabnya (keamanan Donald Trump) ada di tangan saya,” kata Cheatle.
Meski sedang dalam penyelidikan Kongres, Cheatle tidak akan mengundurkan diri atas insiden tersebut.