Pemanasan Global Ancam Pendidikan Anak-anak di Asia

Ilustrasi cuaca panas.
Sumber :
  • Pixabay

Bangkok – Suhu panas yang memecahkan rekor pada bulan lalu, yang mendorong pemerintah di Asia untuk menutup sekolah-sekolah, memberikan bukti baru tentang bagaimana perubahan iklim mengancam pendidikan jutaan anak.

Datangnya hujan musiman kini telah membawa kelegaan di beberapa wilayah di kawasan Asia, namun para ahli memperingatkan bahwa masalah yang lebih luas masih ada, dan banyak negara tidak siap menangani dampak perubahan iklim terhadap sekolah.

Ilustrasi cuaca panas

Photo :
  • Pixabay

Asia mengalami pemanasan lebih cepat dibandingkan rata-rata global, dan perubahan iklim menghasilkan gelombang panas yang lebih sering, lebih lama, dan lebih intens.

Namun, panas bukanlah satu-satunya tantangan.

Melansir dari The Sundaily, Jumat, 10 Mei 2024, atmosfer yang lebih hangat menahan lebih banyak kelembapan, yang dapat mengakibatkan hujan lebat dan banjir.

Hal ini dapat merusak sekolah atau membuat sekolah tersebut kehilangan fungsinya ketika digunakan sebagai tempat penampungan.

Cuaca panas juga dapat memicu kebakaran hutan dan peningkatan polusi udara, yang menyebabkan penutupan sekolah di mana pun mulai dari India hingga Australia.

“Krisis iklim sudah menjadi kenyataan bagi anak-anak di Asia Timur dan Pasifik,” kata badan anak-anak PBB, UNICEF, memperingatkan tahun lalu.

Mohua Akter Nur, adalah bukti nyata dari klaim tersebut, yang tinggal di sebuah rumah dengan satu kamar di ibu kota Bangladesh, Dhaka, setelah sekolahnya ditutup.

Listrik yang terputus-putus membuat dia bahkan tidak bisa mengandalkan kipas angin untuk mendinginkan tempat tinggalnya yang sempit.

“Panasnya tidak bisa ditoleransi,” ucap Nur.

“Sekolah kami tutup, tapi saya tidak bisa belajar di rumah.”

Seorang pengedara motor menutupi kepalanya dengan kain karena cuaca yang panas melanda India.

Photo :
  • AP Photo/Manish Swarup

Sebelumnya, bulan April menandai rekor panas global selama 11 bulan berturut-turut, dan polanya jelas terlihat di Bangladesh, menurut Shumon Sengupta, direktur LSM Save the Children.

"Tidak hanya suhunya yang lebih tinggi, durasi suhu tinggi juga jauh lebih lama,” ujarnya.

“Sebelumnya, hanya sedikit daerah yang mengalami gelombang panas ini, sekarang cakupannya di negara ini jauh lebih tinggi,” tambahnya.

Sekolah-sekolah di sebagian besar Asia tidak mempunyai perlengkapan untuk menghadapi dampak perubahan iklim yang semakin besar.