Tolak Wajib Militer, Ribuan Pemuda Myanmar Pilih Tinggalkan Negaranya
- AFP
VIVA – Ribuan anak muda mengantre di Kedubes Thailand di Yangon pada Jumat l, 16 Februari 2024. Sebagian besar dari mereka adalah anak muda yang ingin meninggalkan Myanmar karena tidak mau melakukan wajib militer yang ditetapkan oleh Junta, pemerintahan militer.
Junta Myanmar memberlakukan undang-undang pada akhir pekan lalu yang mengharuskan mereka untuk memanggil semua pria berusia 18 hingga 35 tahun dan perempuan berusia 18 hingga 27 tahun untuk bertugas di militer selama setidaknya dua tahun.
Kebijakan itu lahir seiring dengan perjuangan Militer untuk memadamkan oposisi terhadap kudeta tahun 2021.
Junta menghadapi perlawanan bersenjata yang meluas terhadap kekuasaannya tiga tahun setelah merebut kekuasaan dari pemerintah sipil terpilih dan baru-baru ini mengalami kekalahan yang mengejutkan dari aliansi bersenjata kelompok etnis minoritas.
Kedutaan Besar Thailand di Yangon telah dibanjiri oleh para pemuda dan pemudi yang mencari visa untuk keluar dari Myanmar sejak pengumuman pada Sabtu lalu bahwa Hukum Dinas Militer Rakyat akan diberlakukan.
Pada Jumat, wartawan AFP melihat antrean antara 1.000 hingga 2.000 orang mengular di jalan-jalan dekat kedutaan di pusat kota Yangon.
Menurut Aung Phyo, seorang mahasiswa berusia 20 tahun, ia tiba di kedutaan pada pukul 8 malam pada hari Kamis dan tidur di dalam mobilnya sebelum mulai mengantre pada tengah malam.
“Kami harus menunggu selama tiga jam dan polisi membuka gerbang keamanan sekitar pukul 3 pagi dan kami harus berlari ke depan kedutaan untuk mencoba mendapatkan tempat untuk mendapatkan token,” katanya kepada AFP.
Aung Phyo mengatakan bahwa orang-orang yang tidak memiliki token masih mengantre di depan kedutaan dengan harapan pihak kedutaan akan memberikan tambahan token tersebut.
“Setelah kami mendapatkan token, orang-orang yang tidak mendapatkannya masih mengantre di depan kedutaan dengan harapan mereka akan memberikan tambahan.”
Junta sebelumnya membuat undang-undang ini pada tahun 2010, tetapi tidak pernah diterapkan. Selain itu, tidak jelas bagaimana undang-undang ini akan diterapkan.
Pada hari Sabtu, Zaw Min Tun, juru bicara Junta, menyatakan bahwa karena situasi yang terjadi di negara kita, sistem wajib militer perlu diberlakukan.
Sejak kudeta yang terjadi pada Februari 2021, lebih dari 4.500 orang tewas dalam tindakan keras militer terhadap perbedaan pendapat dan lebih dari 26.000 orang ditangkap, menurut kelompok pemantau lokal.