Paket Bantuan untuk Israel Terancam Gagal Diberikan AS Gegara Ini
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Washington – Sebuah paket bantuan yang bertujuan memberikan US$17,6 miliar atau setara dengan Rp276,2 triliun kepada Israel terancam gagal disetujui Dewan Perwakilan Rakyat AS, pada Selasa, 6 Januari 2024.
Negara ini telah menghadapi ancaman veto dari Gedung Putih, yang mendorong Kongres untuk mempertimbangkan bantuan Israel sebagai bagian dari paket keamanan tambahan yang lebih besar senilai US$118 miliar atau Rp1,8 kuadriliun, bersamaan dengan penolakan dari Partai Republik, yang menginginkan harga tersebut diimbangi dengan pemotongan belanja di negara lain.
Ketua DPR AS, Mike Johnson, meluncurkan undang-undang tersebut pada akhir pekan sambil mengecam Senat dan Gedung Putih karena tidak menyertakan DPR dalam pembicaraan mengenai pendanaan keamanan tambahan dan rancangan undang-undang kebijakan perbatasan.
Keputusan paket bantuan ini pada akhirnya gagal mendapatkan dukungan yang cukup, meskipun 250 anggota parlemen mendukungnya dan 180 menentangnya.
46 anggota Partai Demokrat mendukung RUU tersebut, sementara 166 lainnya menolak. Di pihak Partai Republik, 14 anggota parlemen menolak bantuan Israel dan 204 mendukungnya.
Anggota Parlemen Michelle Steel, Partai Republik California, mengkritik anggota parlemen dari kedua belah pihak yang tidak mendukung RUU tersebut setelah pemungutan suara yang gagal.
"Sangat mengecewakan dan tidak dapat diterima bahwa begitu banyak anggota yang gagal mendukung Israel ketika mereka membela warganya dari niat teroris untuk menghapus mereka dari peta,” kata Steel, dikutip dari Fox News, Rabu, 7 Februari 2024.
"Kita harus memiliki kejelasan moral dan keteguhan hati. Sejarah akan mengingat mereka yang memilih untuk tetap diam.”
Sementara itu, para pemimpin Kaukus Kebebasan DPR yang ultra-konservatif menentang RUU tersebut karena kurangnya kompensasi.
Salah satu tindakan pertama Johnson sebagai ketua adalah mengajukan rancangan undang-undang bantuan Israel senilai US$14,3 miliar (Rp224,4 triliun) ke DPR, namun pendanaan tersebut akan diimbangi dengan uang yang dialokasikan Biden ke IRS. Langkah tersebut kemudian dianggap sebagai "pil racun" dan tidak dapat dilakukan oleh Senat yang dikuasai Partai Demokrat.