Warganya Dijatuhi Hukuman Mati, PM Australia Murka Pada Cina
- VIVA.co.id/Natania Longdong
Canberra – Perdana Menteri Australia Anthony Albanese, pada Selasa, 6 Februari 2024, mengatakan bahwa pengadilan di China menjatuhkan hukuman mati kepada penulis asal Australia, Yang Hengjun atas tuduhan spionase.
Dengan menggebu-gebu dan kesal atas putusan Beijing, Albanese tetap berjanji untuk terus melakukan upaya pembebasan warganya tersebut. Hukuman yang dijatuhkan tiga tahun setelah persidangan tertutup itu, mengejutkan keluarga dan pendukungnya.
Para analis mengatakan hal ini kemungkinan besar tidak akan menggagalkan hubungan Australia-China, namun akan menguji batas upaya Canberra untuk mengembalikan hubungan ke jalur yang benar setelah ketegangan selama bertahun-tahun.
"Pertama, kami telah menyampaikan kepada Tiongkok kekecewaan kami, keputusasaan kami, rasa frustrasi kami, atau sederhananya kemarahan kami atas putusan ini,” kata Albanese kepada wartawan di Canberra.
"Kami akan terus memberikan representasi yang terkuat. Kami, tentu saja, memanggil duta besar (China) kemarin, namun kami akan membuat representasi di semua tingkatan," sambungnya, dikutip dari Channel News Asia, Selasa, 6 Februari 2024.
Albanese mengatakan pemerintahnya akan menanggapi secara langsung dan jelas serta tegas atas tindakan keras China tersebut.
Yang Hengjun, yang menulis tentang politik China dan AS sebagai blogger demokrasi terkenal, adalah warga negara Australia yang lahir di Beijing.
Dia tinggal di New York sebagai peneliti tamu di Universitas Columbia dan menambah penghasilannya dengan bekerja sebagai "daigou" atau agen belanja online bagi konsumen Tiongkok yang mencari produk Amerika. Namun, dia kemudian ditangkap saat mengunjungi China pada Januari 2019, ditemani istrinya.
Seorang pegawai Kementerian Keamanan Negara Tiongkok dari tahun 1989 hingga 1999, juga dituduh melakukan mata-mata untuk negara yang belum diidentifikasi secara publik oleh China, dan rincian kasus terhadapnya belum dipublikasikan.
Hukuman mati yang ditangguhkan di Tiongkok memberikan terdakwa penangguhan hukuman dua tahun dari eksekusinya, setelah itu secara otomatis diubah menjadi penjara seumur hidup, atau lebih parah lagi, penjara dengan jangka waktu tetap yang juga diketahui tetap berada di penjara selama ini.