Apotek di Gaza Tutup, Pasien Diabetes dan Osteoporosis Menderita Kehabisan Obat

Penderitaan Warga Gaza
Sumber :
  • Doc. Middle East Eye

Gaza – Apotek terpaksa tutup di kota Rafah dan Khan Younis di Jalur Gaza selatan karena kekurangan obat-obatan yang parah akibat Israel terus melakukan serangan gencar di wilayah Palestina selama empat bulan.

Populasi Rafah meningkat hampir empat kali lipat sejak awal perang pada 7 Oktober 2023, dengan perkiraan 1,2 juta orang kini tinggal di kota tersebut, sebagian besar dari mereka menjadi pengungsi.

Warga Palestina mengungsi di Rafah akibat pemboman Israel di Jalur Gaza

Photo :
  • AP Photo/Fatima Shbair

Muhammad Salem, seorang warga Palestina berusia 25 tahun di Khan Younis, tidak dapat lagi mencarikan obat untuk ibunya yang menderita osteoporosis dan membutuhkan persediaan obat mingguan.

Pada awal perang, dia masih bisa mengunjungi apotek di pusat kota Khan Younis untuk mendapatkan persediaan selama sebulan, dengan harapan konflik akan segera berakhir. Namun, kawasan tersebut sudah tidak bisa diakses lagi karena pengepungan yang dilakukan tentara Israel dan kehadiran tank di sana.

Ia kemudian pergi ke Rafah untuk mencari apotek, tetapi terakhir kali ia berhasil menemukan obat adalah tiga minggu lalu.

“Kebutuhan ibu saya akan pengobatan yang konsisten sangat penting karena gaya berjalannya yang lambat dan osteoporosis,” katanya, dikutip dari Middle East Eye, Selasa, 30 Januari 2024.

Perang tersebut menyebabkan ibunda Salem mengalami banyak guncangan akibat pemboman yang terus-menerus, dan berdampak buruk pada sistem sarafnya serta memicu kejang-kejang.

Rumah sakit juga tidak mampu menerima kasus seperti yang dialami wanita itu karena banyaknya korban jiwa setelah serbuan tentara Israel ke kota Khan Younis, dan ia kini hanya bergantung pada obat pereda nyeri.

"Mengapa obat-obatan tidak diperbolehkan masuk ke Gaza? Apakah mereka bermaksud agar kita mati," timpal pasien Diabetes lainnya, Fayza Hajo.

Fayza Hajo, warga Khan Younis, 62 tahun, menceritakan perjuangannya sebagai pasien diabetes yang tidak bisa mengakses pengobatan di klinik UNRWA.

“Saya tidak dapat menemukan apotek yang buka. Lokasi kami di daerah Al-Fukhari yang terkepung, dan satu-satunya jalan keluar adalah melalui kota Rafah," ujarnya.

Tingginya konsentrasi pengungsi di Rafah telah mengakibatkan habisnya persediaan obat-obatan, bahkan pengobatan dasar untuk sakit kepala pun tidak terjangkau. Hajo juga sering kali datang ke sekolah UNRWA terdekat untuk meminta bantuan, tetapi dia diberitahu bahwa obat-obatan tidak tersedia, dan mereka harus menunggu pengiriman bantuan melalui penyeberangan Rafah.

“Bagi kami, pasien kronis, perawatan medis yang berkelanjutan sangat penting untuk mencegah memburuknya kesehatan kami. Peningkatan kadar gula darah yang signifikan dapat menyebabkan koma,” katanya.

Beberapa bulan sebelum perang, Hajo menjalani operasi kaki dan memerlukan terapi fisik terus-menerus, namun tidak adanya dokter karena perpindahan menghambat kemajuannya.

Sebagai informasi, Israel memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuknya bantuan dan bahan bakar ke Jalur Gaza melalui penyeberangan Rafah dengan Mesir, satu-satunya pintu gerbang Gaza yang tidak dikontrol langsung oleh Israel.

Truk-truk pengangkut bantuan kemanusiaan memasuki Gaza dari titik penyeberangan pada perbatasan Gaza-Mesir di Rafah, Mesir.

Photo :
  • ANTARA/Xinhua/Ahmed Gomaa/tm/am.

Sejak 9 Oktober, mereka mengumumkan pengepungan total terhadap Gaza, melarang masuknya bahan bakar, makanan, obat-obatan dan komoditas penting lainnya bagi penduduk Gaza yang terkepung.

Jumlah bantuan yang diizinkan masuk ke Gaza juga sangat terbatas sejak awal permusuhan pada Oktober lalu, dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggambarkan pasokan tersebut seperti setetes air di lautan, dibandingkan dengan rata-rata 500 truk bantuan kemanusiaan yang biasa masuk ke Gaza setiap harinya sebelum perang.