10 Negara Ini Menolak Gencatan Senjata di Gaza, Ada Tetangga Indonesia!
- Dok. PBB
New York – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa, 12 Desember 2023 waktu setempat telah menyetujui resolusi yang menuntut gencatan senjata kemanusiaan untuk segera dilakukan di Gaza.
Voting yang digelar Majelis Umum PBB ini dilakukan setelah pekan lalu, Dewan Keamanan PBB gagal mengadopsi resolusi gencatan senjata di Jalur Gaza karena AS menggunakan hak vetonya untuk menolak resolusi tersebut. Kendati demikian, resolusi yang dihasilkan oleh Majelis Umum PBB ini bersifat tidak mengikat.
Negara-negara Arab sebelumnya mencetuskan digelarnya sidang khusus terbaru Majelis Umum PBB, yang bertujuan membangun tekanan terhadap Israel.
Disebutkan bahwa resolusi Majelis Umum PBB itu menyatakan kekhawatiran atas "situasi kemanusiaan yang sangat buruk di Jalur Gaza" kemudian "menuntut gencatan senjata kemanusiaan segera", dan menyerukan perlindungan warga sipil, akses kemanusiaan dan pembebasan semua sandera "segera dan tanpa syarat".
Dari 193 negara anggota, sebanyak 153 negara mendukung seruan untuk menghentikan konflik di wilayah tersebut. Sementara, 10 negara menyatakan menolak, dan 23 negara termasuk Jerman dan Inggris, abstain. Siapa saja 10 negara tersebut?
- Austria
- Ceko
- Guatemala
- Israel
- Liberia
- Mikronesia
- Nauru
- Papua Nugini
- Paraguay
- Amerika Serikat
Perlu diketahui, beberapa jam sebelum pemungutan suara di Majelis Umum PBB dimulai, Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa Israel mulai kehilangan dukungan internasional karena serangan yang mereka lakukan di Gaza.
"Mereka mulai kehilangan dukungan itu,” katanya di hadapan para donor dalam sebuah acara kampanye di Washington.
Dalam pernyataan yang dinilai paling blak-blakan sejak konflik Gaza berlangsung, Biden juga mendesak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu untuk "memperkuat dan mengubah” pemerintahan garis kerasnya.
"Ini adalah pemerintahan paling konservatif dalam sejarah Israel,” kata Biden.
Menurut Biden, pemerintahan Netanyahu "tidak menginginkan solusi dua negara.” Padahal, solusi tersebut secara resmi telah didukung oleh Washington.