Penjualan Merek AS Menurun Drastis Dampak Boikot Produk Pro-Israel di Negara Arab
- McDonald's Korea
Kairo – Dampak boikot dari beberapa perusahaan yang mendukung perang Israel, mulai terasa di ibu kota Kairo dan negara-negara Arab lainnya. Cabang-cabang restoran cepat saji McDonald’s di ibu kota Mesir tampak sepi.
Merek-merek Barat merasakan dampak kampanye boikot di Mesir dan Yordania, dan ada tanda-tanda kampanye ini menyebar di beberapa negara Arab lainnya, termasuk Kuwait dan Maroko.
Beberapa perusahaan yang menjadi sasaran kampanye adalah yang dianggap mengambil sikap pro-Israel, dan beberapa lainnya diduga memiliki hubungan keuangan dengan Israel atau melakukan investasi di sana.
Ketika kampanye ini mulai menyebar, seruan boikot yang beredar di media sosial telah meluas hingga mencakup belasan perusahaan dan produk, sehingga mendorong pembeli untuk beralih ke produk alternatif lokal.
Di Mesir, di mana kecil kemungkinan orang turun ke jalan karena pembatasan keamanan, sebagian pihak melihat boikot sebagai cara terbaik untuk membuat suara mereka didengar.
“Saya merasa meskipun saya tahu hal ini tidak akan berdampak besar pada perang, maka setidaknya ini yang bisa kita lakukan sebagai warga negara yang berbeda, agar kita tidak merasa tangan kita berlumuran darah,” kata warga Kairo, Reham Hamed, yang memboikot jaringan makanan cepat saji AS dan beberapa produk pembersih.
Dalam video yang beredar, memperlihatkan tentara Israel sedang mencuci pakaian dengan merek deterjen terkenal yang dihimbau untuk diboikot oleh pemirsa.
“Tidak ada yang membeli produk-produk ini,” kata Ahmad Al-Zaro, seorang kasir di sebuah supermarket besar di ibu kota, Amman, di mana pelanggannya memilih merek lokal.
Restoran waralaba AS hampir kosong
Di Kuwait City, pada Selasa malam, 21 November 2023, sebanyak tujuh cabang Starbucks, McDonald’s, dan KFC semuanya hampir kosong.
Dilansir dari Middle East Monitor, pada Kamis, 23 November 2023, seorang pekerja di salah satu Starbucks, yang menolak disebutkan namanya, mengatakan merek-merek Amerika lainnya juga terkena dampaknya.
Di Rabat, ibu kota Maroko, seorang pekerja di cabang Starbucks mengatakan jumlah pelanggan menurun secara signifikan pada minggu ini. Pekerja dan perusahaan tidak memberikan angka pastinya.
McDonald's Corp mengatakan dalam sebuah pernyataan bulan lalu bahwa mereka kecewa dengan disinformasi mengenai posisinya dalam konflik tersebut. Waralabanya di Mesir juga telah menegaskan kepemilikannya dan menjanjikan bantuan sebesar US$650.000 atau setara dengan Rp10,1 miliar ke Gaza.
Starbucks tidak menanggapi permintaan komentar mengenai kampanye boikot tersebut. Namun, dalam sebuah pernyataan di situsnya yang diperbarui pada bulan Oktober, mereka mengatakan bahwa mereka adalah organisasi non-politik dan menepis rumor bahwa mereka telah memberikan dukungan kepada pemerintah atau tentara Israel.
Kampanye boikot telah menyebar di negara-negara Arab, terutama sentimen pro-Palestina secara tradisional kuat. Protes tersebut juga mencerminkan gelombang kemarahan atas operasi militer Israel yang lebih merusak dibandingkan serangan sebelumnya.
Kampanye boikot sebelumnya di Mesir, negara dengan populasi terbesar di dunia Arab, memiliki dampak yang lebih kecil, termasuk kampanye yang didukung oleh gerakan Boikot, Divestasi, Sanksi (BDS) yang dipimpin oleh Palestina.
“Skala agresi terhadap Jalur Gaza belum pernah terjadi sebelumnya. Oleh karena itu, reaksi yang terjadi, baik di kalangan Arab atau bahkan internasional, belum pernah terjadi sebelumnya,” kata Hossam Mahmoud, anggota BDS Mesir.
Beberapa penggiat memboikot Starbucks karena menggugat serikat pekerjanya atas postingan mengenai konflik Israel-Gaza, sementara waralaba McDonald's Israel telah memberikan makanan gratis kepada personel IDF.
Penjualan menurun drastis
Seorang karyawan di kantor perusahaan McDonald's di Mesir, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya, mengatakan penjualan waralaba Mesir tersebut pada bulan Oktober dan November turun setidaknya 70 persen dibandingkan bulan yang sama tahun lalu.
“Kami berjuang untuk menutupi pengeluaran kami sendiri selama ini,” kata karyawan tersebut.
Sameh El Sadat, seorang politisi Mesir dan salah satu pendiri TBS Holding, pemasok Starbucks dan McDonald's, mengatakan dia melihat adanya penurunan atau perlambatan sekitar 50 persen permintaan dari kliennya.
Meskipun ada upaya dari merek-merek yang ditargetkan untuk mempertahankan diri dan mempertahankan bisnis dengan penawaran khusus, kampanye boikot terus terjadi, dalam beberapa kasus di luar dunia Arab.
Di Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim, seorang pekerja di McDonald’s di Putrajaya, ibu kota administratif Malaysia, mengatakan bahwa pelanggan di cabang tersebut berkurang sekitar 20 persen.
Aplikasi ride-hailing, Grab, juga menghadapi seruan boikot di Malaysia setelah istri CEO Grab mengatakan dia sepenuhnya jatuh cinta pada Israel saat berkunjung ke sana. Namun, dia kemudian mengatakan bahwa postingan tersebut diambil di luar konteks.
Setelah seruan boikot tersebut, cabang Grab dan McDonald’s di Malaysia mengatakan bahwa mereka akan menyumbangkan bantuan untuk warga Palestina.
Awal bulan ini, Parlemen Turki juga menghapus produk-produk Coca-Cola dan Nestle dari restoran-restorannya, dan sumber di parlemen menyebutkan adanya kemarahan masyarakat terhadap merek-merek tersebut meskipun tidak ada perusahaan besar Turki atau lembaga negara yang memutuskan hubungan dengan Israel.
Meski demikian, aksi boikot ini dilakukan tidak merata dan tidak ada dampak besar yang terlihat di beberapa negara, termasuk Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Tunisia. Meskipun boikot mempunyai pengikut yang lebih luas, beberapa orang merasa skeptis bahwa hal tersebut akan berdampak besar.
“Jika kami benar-benar ingin memboikot dan mendukung orang-orang ini (Palestina), kami angkat senjata dan berperang bersama mereka. Jika tidak, tidak,” kata pemilik kios di Kairo, Issam Abu Shalaby.