Profil Craig Mokhiber, Direktur PBB yang Mengundurkan Diri karena Gagal Cegah Genosida di Palestina

Craig Mokhiber, Direktur Kantor Komisaris Tinggi HAM PBB
Sumber :
  • UN

VIVA Dunia – Direktur PBB, Craig Mokhiber mengejutkan dunia karena pengunduran dirinya yang diajukannya belum lama ini. Ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatan yang diembannya itu. 

Hal tersebut dikarenakan, dirinya merasa bahwa PBB telah gagal dalam mencegah serta menghentikan tindakan tidak manusiawi yang dilakukan oleh Israel.  Pada tanggal 28 Oktober 2023 kemarin, Mokhiber mengirimkan sebuah surat kepada Komisaris Tinggi PBB di Jenewa, Volker Turk.

Di mana isi surat tersebut, menyatakan bahwa ini merupakan komunikasi terakhirnya dalam peranannya di PBB.

"Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang berlangsung selama beberapa dekade," kata Mokhiber dalam surat itu, dikutip dari The Guardian pada Rabu, 1 November 2023. 

Lantas, siapakah sebenarnya sosok Craig Mokhiber yang mengaku tak berdaya melihat adanya aksi genosida  dari Israel  terhadap Gaza itu? Daripada penasaran, scroll terus untuk baca artikel selengkapnya. 

Profil Craigh Mokhiber

Diketahui, menurut akun LinkedIn-nya, Mokhiber merupakan lulusan Buffalo State University jurusan ilmu politik dan pemerintahan. Ia juga pernah menempuh studi di University at Buffalo School of Law jurusan hukum.

Kini ia menduduki jabatan sebagai Direktur di Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) di New York, Amerika Serikat. Craigh pernah beprofesi sebagai pengacara sekaligus spesialis dalam bidang hukum, kebijakan, dan metodologi HAM internasional di PBB sejak tahun 1992.

Banyak sekali peran Craig Mokhiber selama bergabung mejadi  salah satu karyawan PBB. Pada tahun 1990-an, dia pernah memimpin pengembangan karya mengenai pendekatan berbasis HAM.

Dikutip dari laman resmi PBB, Mokhiber pernah memimpin pengembangan karya asli Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (OHCHR) mengenai pendekatan berbasis hak asasi manusia untuk definisi kemiskinan terhadap pembangunan.

Lebih lanjut selama ia menjabat di PBB, ia pernah menjadi Kepala Tim HAM dan Pembangunan, serta Wakil Direktur Kantor OHCHR di New York. Selain itu, Craig Mokhiber juga pernah bekerja sebagai Penasihat Senior HAM PBB di Palestina dan Afghanistan.

Sayangnya, saat itu kariernya tak berjalan mulus begitu saja. Di mana saat ia menjabat sebagai Direktur HAM PBB, tak jarang ia mendapat kecaman dari kelompok pro-Israel karena komentar pedasnya di media sosial. 

Dia sempat menuai berbagai kritikan karena memberi dukungan terhadap gerakan boikot, divestasi, sanksi, serta menuduh Israel melakukan apartheid, tuduhan yang dia ulangi dalam surat terakhirnya.

Mengundurkan Diri dari PBB

Pada Sabtu, 28 Oktober 2023 Craig Mokhiber menulis surat pengunduran diri yang ditujukan kepada Komisaris Tinggi PBB di Jenewa, Volker Truk. Kabar mengejutkan bahwa Craig Mokhiber mengundurkan diri sodak menuai sorotan hingga berhasil menyedot perhatian publik hingga warganet di media sosial.  

Bahkan, surat pengunduran dirinya itu beredar ke media sosial, salah satunya dibagikan ulang oleh akun X @Raminho. Di mana dalam  unggahannya tersebut, Craig memutuskan untuk melepaskan jabatannya di PBB sebagai bentuk protes dari PBB terkiat isu-isu HAM di Palestina.

Melalui isi surat yang dibuatnya, Craig Mokhiber menjelaskan bahwa dunia tengah mengalami penderitaan yang sangat besar dan tidak ada hentinya.   Bahkan Craig mengungkapkan, bahwa organisasinya tersebut sudah tidak mampu untuk mengatasi genosida yang terjadi di Palestina.

Di suratnya kepada Truk itu, Mokhiber juga menulis, "Komisaris Tinggi kami gagal lagi."

"Pembantaian besar-besaran terhadap rakyat Palestina saat ini, yang berakar pada ideologi pemukim kolonial etno-nasionalis, merupakan kelanjutan dari penganiayaan dan pembersihan sistematis yang telah berlangsung selama beberapa dekade." 

Ia juga mengatakan AS, Inggris, dan sebagian besar negara di Eropa tidak hanya "menolak untuk memenuhi kewajiban perjanjian mereka" berdasarkan Konvensi Jenewa, "tetapi juga mempersenjatai serangan Israel dan memberikan perlindungan politik dan diplomatik terhadap konflik tersebut."