Ekonomi di Beijing Morat-marit, Gimana Dampaknya ke Global?

Orang-orang memakai masker di Beijing, China.
Sumber :
  • AP Photo/Andy Wong.

Beijing – Ada pepatah yang mengatakan bahwa ketika Amerika Serikat bersin, seluruh dunia akan terkena flu. Namun, apa yang terjadi jika Tiongkok sedang tidak sehat?

Negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia, yang dihuni oleh lebih dari 1,4 miliar orang itu tengah menghadapi sejumlah masalah, termasuk pertumbuhan ekonomi yang lambat, tingginya pengangguran kaum muda, dan pasar properti yang berantakan.

Selain itu, pimpinan pengembang real estat Evergrande, telah ditempatkan di bawah pengawasan polisi dan saham perusahaan tersebut telah ditangguhkan di pasar saham.

Warga Beijing memakai masker untuk melindungi diri dari COVID-19.

Photo :
  • AP Photo/Mark Schiefelbein.

Meskipun masalah-masalah ini sangat memusingkan bagi Beijing, seberapa besar pengaruhnya bagi seluruh dunia?

Para analis yakin adanya kekhawatiran bencana global akibat kemerosotan parah ekonomi China. Perusahaan multinasional, dan bahkan orang-orang yang tidak memiliki hubungan langsung dengan Tiongkok kemungkinan besar akan merasakan, setidaknya sebagian dampaknya.

Namun, hal itu tergantung seberapa besar diri kita berperan bagi dunia bahkan Tiongkok sendiri.

“Jika masyarakat Tiongkok mulai mengurangi makan siang di luar, misalnya, apakah hal itu akan berdampak pada perekonomian global?,” tanya Deborah Elms, direktur eksekutif Asian Trade Center di Singapura, dikutip dari BBC Internasional, Jumat, 29 September 2023.

Ilustrasi pertumbuhan ekonomi China.

Photo :
  • TheRichest.com

“Jawabannya tidak seburuk yang anda bayangkan, namun hal ini tentu saja berdampak buruk bagi perusahaan-perusahaan yang secara langsung bergantung pada konsumsi domestik Tiongkok.”

Lalu, apakah perekonomian Tiongkok adalah bom waktu?

Ratusan perusahaan besar global seperti Apple, Volkswagen, dan Burberry mendapatkan banyak pendapatan dari pasar konsumen Tiongkok. Hal ini memungkinkan perusahaan itu akan terdampak akibat berkurangnya pengeluaran rumah tangga.

Dampak selanjutnya akan dirasakan oleh ribuan pemasok dan pekerja di seluruh dunia, yang bergantung pada perusahaan-perusahaan tersebut.

Jika kita memperhitungkan bahwa Tiongkok bertanggung jawab atas lebih dari sepertiga pertumbuhan dunia, segala jenis perlambatan akan terasa di luar negeri.

Lembaga pemeringkat kredit AS, Fitch, mengatakan bulan lalu bahwa perlambatan Tiongkok membayangi prospek pertumbuhan global dan menurunkan perkiraannya untuk seluruh dunia pada tahun 2024.

Namun, menurut beberapa ekonom, gagasan bahwa Tiongkok adalah mesin kemakmuran global adalah hal yang berlebihan. Beijing belum sampai di tahap itu.

“Secara matematis, ya, Tiongkok menyumbang sekitar 40 persen pertumbuhan global,” kata George Magnus, ekonom di China Centre, Universitas Oxford.

"Tetapi siapa yang diuntungkan oleh pertumbuhan tersebut? Tiongkok mengalami surplus perdagangan yang sangat besar. Tiongkok mengekspor jauh lebih banyak daripada mengimpor, jadi seberapa besar Tiongkok tumbuh atau tidak tumbuh sebenarnya lebih disebabkan oleh Tiongkok dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia."

Meski demikian, pengeluaran Tiongkok yang lebih sedikit untuk barang dan jasa – atau rumah tangga, membuat berkurangnya permintaan terhadap bahan mentah dan komoditas.

Pada Agustus lalu, negara ini mengimpor hampir 9 persen lebih sedikit dibandingkan periode yang sama tahun lalu, ketika negara tersebut masih tidak menerapkan pembatasan COVID-19.

“Eksportir besar seperti Australia, Brasil, dan beberapa negara di Afrika akan terkena dampak paling parah akibat hal ini,” tutup Roland Rajah, direktur Pusat Pembangunan Indo-Pasifik di Lowy Institute di Sydney.