Panas Ektrem Melanda Dunia, PBB Sebut Ini Bukan Pemanasan Global Tapi Pendidihan Global

Sekjen PBB, Antonio Guterres
Sumber :
  • ANTARA FOTO/ICom/AM IMF-WBG/Afriadi Hikmal

New York – Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Antonio Guterres dalam pidatonya mengungkapkan bahwa cuaca panas yang makin parah ini bukan merupakan pemanasan global, melainkan era di mana bumi mendidih. Pada Kamis, 27 Juli 2023, di markas besar PBB di New York City, Guterres menjabarkan bahwa menurut data baru yang dirilis dari Uni Eropa dan Organisasi Meteorologi Dunia, Juli ditetapkan sebagai bulan terpanas dalam sejarah. 

"Era pemanasan global telah berakhir, ini era pendidihan global," tutur Guterres, dikutip dari CNBC Internasional, Jumat, 28 Juli 2023.

Di saat yang sama, Presiden Biden mengumumkan bahwa pekerja dan masyarakat diharapkan hati-hati dari panas ekstrem yang sedang terjadi. Presiden AS itu juga menjadwalkan pertemuan dengan wali kota Kate Gallego dari Phoenix, Arizona, dan wali kota Ron Nirenberg dari San Antonio, Texas, untuk membahas bagaimana kota mereka menangani panas ekstrem, dan  bagaimana pemerintah federal dapat membantu. 

Ilustrasi cuaca panas.

Photo :
  • Pixabay

Phoenix mengalami musim panas yang brutal, dan awal bulan ini, kota ini memecahkan rekor tahun 1974 untuk beberapa hari berturut-turut dengan suhu mencapai lebih dari 110 derajat Fahrenheit, menurut National Weather Service. 

"Untuk sebagian besar Amerika Utara, Asia, Afrika, dan Eropa, ini adalah musim panas yang kejam," kata Guterres. 

"Dan untuk seluruh planet, ini adalah bencana." 

Rekor panas yang mempengaruhi masyarakat di seluruh dunia disebabkan oleh perubahan iklim, dan meskipun fenomena tersebut telah lama diprediksi, laju perubahannya sangat menghancurkan, kata Guterres. 

"Bagi para ilmuwan, ini jelas bahwa manusia yang harus disalahkan,” kata Guterres. "Semua ini sepenuhnya sesuai dengan prediksi dan peringatan berulang. Satu-satunya kejutan adalah kecepatan perubahan. Perubahan iklim ada di sini. Ini menakutkan, dan ini baru permulaan." 

Pada hari Kamis, sebagian besar Amerika Serikat diselimuti gelombang panas yang berbahaya. Washington, D.C., Philadelphia, dan Boston berada di bawah peringatan panas, dan area metro Kota New York juga berada di bawah peringatan panas yang berlebihan. 

Guterres mengatakan masih mungkin untuk membatasi pemanasan global hingga 1,5° Celcius di atas tingkat praindustri, seperti yang diminta oleh Perjanjian Iklim Paris 2015, tetapi "hanya dengan tindakan iklim yang dramatis dan segera." 

Dalam sambutannya, dia juga menggarisbawahi pandangannya bahwa negara harus berinvestasi dalam langkah-langkah adaptasi. 

"Cuaca ekstrem menjadi normal baru. Semua negara harus merespons dan melindungi rakyatnya dari panas yang membakar, banjir yang mematikan, badai, kekeringan, dan kebakaran hebat yang diakibatkannya." 

Selain rencana yang ketat untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan meningkatkan adaptasi, Guterres juga meminta negara-negara maju untuk memenuhi komitmen memberikan US$100 miliar atau Rp1,5 kuadriliun per tahun dalam dukungan iklim kepada negara-negara berkembang, dan agar sistem keuangan global lebih agresif dalam menggunakan kekuatannya untuk memerangi perubahan iklim. 

"Buktinya ada di mana-mana: Kemanusiaan telah menyebabkan kehancuran. Ini tidak boleh menimbulkan keputusasaan, tetapi tindakan," kata Guterres.