Presiden Prancis Emmanuel Macron Salahkan Media Sosial Karena Kerusuhan di Prancis Jadi Membesar
- The Independent
Prancis – Media sosial sekali lagi tengah berada di bawah pengawasan, kali ini oleh Prancis karena presiden negara itu, Emmanuel Macron menyalahkan TikTok, Snapchat, dan platform lain karena membantu memicu kerusuhan yang meluas atas penembakan polisi yang fatal terhadap seorang remaja berusia 17 tahun.
Presiden Prancis Emmanuel Macron menuduh media sosial memainkan "peran yang cukup besar" dalam mendorong tindak kekerasan warga ketika Prancis mencoba meredam protes yang memunculkan ketegangan yang telah lama membara antara polisi dan kaum muda di negara itu. Demikian dilansir dari AP, Rabu, 5 Juli 2023.
Menteri Dalam Negeri Prancis Gerald Darmanin mengatakan polisi melakukan 917 penangkapan pada hari Kamis pekan lalu saat kerusuhan dimulai, dan jumlah terbaru mencapai 3.000 orang lebih.
Lebih dari 300 petugas polisi juga terluka saat mencoba memadamkan kerusuhan yang disebabkan oleh kematian remaja yang ternyata merupakan keturunan Afrika Utara bernama Nahel. Hal ini membuat protes datang karena motif polisi tersebut menembak karena melihat ras.
Macron, yang juga mengecam video game karena kerusuhan tersebut, mengatakan pemerintah Prancis akan bekerja sama dengan situs media sosial untuk menghapus "konten paling sensitif" dan mengidentifikasi pengguna yang "menyerukan kekacauan atau memperburuk kekerasan".
Seorang pejabat Prancis yang dekat dengan presiden. Ia mengutip contoh bahwa nama dan alamat petugas polisi yang menembak Nahel telah dipublikasikan dengan luas di media sosial. Seorang petugas penjara juga telah melihat kartu identitas kerjanya dibagikan secara online, kata pejabat itu, yang menunjukkan bahwa hal itu dapat membahayakan nyawa orang tersebut serta keluarganya.
Dalam pidatonya pekan lalu, Macron tidak merinci jenis konten apa yang dia anggap "sensitif", tetapi dia mengatakan dia mengharapkan "semangat tanggung jawab" dari platform media sosial.
Pembicaraan antara pemerintah dan platform media sosial, termasuk Snapchat dan Twitter, telah dimulai dengan tujuan mempercepat proses penghapusan konten yang menghasut kekerasan, kata pejabat itu. Pemerintah Prancis juga mendorong untuk mengidentifikasi orang-orang yang menyerukan kekerasan tetapi masih dalam tahap "diskusi".
Darmanin mengatakan, dalam pertemuan dengan jejaring sosial, dia telah menyampaikan peringatan bahwa mereka tidak dapat membiarkan diri mereka digunakan sebagai saluran seruan untuk melakukan kekerasan.
“Mereka sangat kooperatif,” katanya.
Darmanin mengatakan bahwa pihak berwenang Prancis akan memberi perusahaan media sosial "informasi sebanyak mungkin" sehingga, sebagai gantinya, mereka mendapatkan identitas orang yang menghasut kekerasan, menambahkan bahwa pihak berwenang akan "mengejar setiap orang yang menggunakan jejaring sosial ini untuk melakukan kejahatan dan tindakan kekerasan.”
Dia juga mengatakan bahwa negara itu akan mengambil "semua tindakan yang diperlukan jika kita menyadari bahwa jejaring sosial, siapa pun itu, tidak menghormati hukum."