Nenek Korban Penembakan Polisi Prancis: Tolong Hentikan Kerusuhan Ini
- AP Photo.
Prancis – Nenek dari Nahel M yang berusia 17 tahun, korban penembakan polisi, menyerukan damai setelah berhari-hari kerusuhan di Prancis karena penembakan fatal atas cucunya.
"Orang-orang yang merusak barang-barang sekarang, saya katakan kepada mereka: hentikan ini sekarang," kata wanita yang diidentifikasi sebagai Nadia oleh media Prancis kepada BFMTV, dikutip Senin, 3 Juli 2023.
"Mereka menggunakan Nahel sebagai alasan untuk melakukan kerusuhan," tambahnya.
Penembakan remaja asal Afrika Utara, yang terekam dalam video, telah memicu kembali keluhan tentang kekerasan polisi dan rasisme oleh komunitas perkotaan yang miskin dan berasal dari berbagai ras.
Beberapa ratus orang pada hari Sabtu pekan lalu berunjuk rasa di masjid agung Nanterre, di pinggiran Paris, untuk mengungkapkan dukungan mereka kepada keluarga saat remaja itu dimakamkan.
Kemudian, untuk malam kelima berturut-turut, perusuh merusak dan menggeledah toko, membakar mobil dan bus, dan bentrok dengan 45.000 petugas polisi yang dikirim ke seluruh negeri untuk memadamkan pergolakan sosial terburuk Prancis dalam beberapa tahun.
Politisi mengutuk serangan terhadap rumah Vincent Jeanbrun, walikota sayap kanan L'Hay-les-Roses di luar Paris, di mana penyerang menabrakkan mobil yang terbakar ke rumahnya dengan tujuan untuk membakarnya. Istri dan anak Jeanbrun, yang berusia lima dan tujuh tahun, ada di rumah namun walikota sedang keluar.
Istrinya terluka parah dan mengalami patah kaki. Jaksa akhirnya membuka penyelidikan percobaan pembunuhan. "Tadi malam kengerian dan aib mencapai level baru," kata walikota dalam sebuah pernyataan.
Sekitar 7.000 polisi dikerahkan di Paris dan pinggirannya, termasuk di sepanjang jalan Champs Elysees di ibu kota, tempat wisata populer, menyusul seruan di media sosial untuk membawa kerusuhan ke jantung kota.
“Mobil tidak melakukan apa pun terhadap Anda, sekolah tidak melakukan apa pun terhadap Anda, bus tidak melakukan apa pun terhadap Anda. Jangan rusak sekolah, jangan rusak bus, ibu-ibu yang naik bus,” kata Nadia.
Sementara pembunuhan cucunya mengubah hidupnya dan putrinya, ibu Nahel, Nadia mengatakan tidak ingin menyakiti polisi tetapi ingin keadilan berjalan dengan sendirinya.
Petugas itu pun telah ditahan karena pembunuhan yang dilakukan secara sadar. "Saya percaya pada peradilan," katanya, menambahkan polisi yang melepaskan tembakan fatal adalah orang yang harus membayar, dan dia tidak menyimpan dendam terhadap seluruh kepolisian.
Lebih dari 200 petugas polisi dilaporkan terluka pada hari Sabtu, menurut Kementerian Dalam Negeri Prancis. Usia rata-rata perusuh yang ditangkap adalah 17 tahun.
Nahel diketahui dihentikan polisi karena sebelumnya gagal mematuhi perintah penghentian lalu lintas dan secara ilegal mengendarai mobil sewaan, kata jaksa Nanterre.
Warga keturunan Arab dan Afrika lantas mengeluhkan rasisme sistemik di lembaga penegak hukum Prancis. Presiden Prancis Emmanuel Macron sendiri membantah adanya masalah rasisme dan mendesak orang tua untuk menjauhkan perusuh anak dari jalanan.