Krisis Sudan: Gencatan Senjata Diperpanjang tetapi Pertempuran Terus Berlanjut

Ilustrasi Tentara dari Pasukan Pertahanan Rakyat Sudan Selatan (SSPDF)
Sumber :
  • AP Photo/Samir Bol

VIVA Dunia – Faksi saingan militer Sudan telah setuju untuk memperbarui gencatan senjata tiga hari tak lama sebelum gencatan senjata pertama berakhir.

Perpanjangan waktu selama 72 jam terjadi setelah upaya diplomatik intensif oleh negara-negara tetangga,serta AS, Inggris, dan PBB. Meski begitu, ada laporan pertempuran sengit terus menerus di ibukota Khartoum.

Gencatan senjata sebelumnya memungkinkan ribuan orang mengungsi ke tempat aman, dan puluhan negara mencoba mengevakuasi warganya. Pertempuran antara tentara dan kelompok paramiliter saingan telah berlangsung hampir dua minggu menyebabkan ratusan orang tewas.

Asap membumbung akibat Militer Sudan dan kelompok paramiliter bertempur untuk menguasai negara.

Photo :
  • Planet Labs PBC via AP.

Gencatan senjata diperkirakan akan berakhir pada Jumat 28 April 2023 tengah malam waktu setempat (22:00 GMT).

Melansir BBC, pada Kamis dini hari, 27 April 2023 tentara reguler Sudan menyetujui perpanjangan, dan rivalnya Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter menyetujui beberapa jam kemudian.

Sudan Selatan telah menawarkan diri menjadi tuan rumah pembicaraan damai, dan tentara telah setuju untuk mengirim perwakilan ke pembicaraan tersebut.

Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, mengatakan Washington "sangat aktif bekerja" untuk memperpanjang gencatan senjata, menambahkan bahwa meskipun tidak sempurna, hal itu telah mengurangi kekerasan.

Namun juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre kemudian mengatakan situasinya bisa memburuk setiap saat. Sementara RSF dan saksi mata mengatakan tentara telah menggempur posisinya di Khartoum.

Rakyat Sudan tetap menggelar protes di jalan guna menuntut Dewan Peralihan Militer (MTC) menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil.

Photo :
  • Anadolu Agency.

Pertempuran juga dilaporkan terjadi di wilayah Darfur barat dan provinsi lainnya. Sedikitnya 512 orang tewas dalam pertempuran itu dan hampir 4.200 terluka, meskipun jumlah kematian sebenarnya bisa jauh lebih tinggi.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan akan ada "lebih banyak lagi" kematian akibat wabah penyakit, dan kurangnya layanan. Pejabat kesehatan mengatakan sebagian besar rumah sakit di daerah konflik tidak berfungsi, dan lebih dari 60 persen fasilitas kesehatan di Khartoum tidak aktif.

Sebuah pernyataan militer yang dikutip oleh kantor berita Reuters mengatakan pihaknya telah menguasai sebagian besar wilayah Sudan, tetapi "situasinya agak rumit di beberapa bagian ibu kota".

Negara asing, termasuk Inggris, telah mendesak warganya untuk meninggalkan negara itu secepat mungkin.