Bayangan Resesi Seks dan Ketakutan Para Pria Jepang Untuk Mengambil 'Cuti Ayah'
- Oditty Central
VIVA Dunia – Jepang sedang menghadapi krisis manusia dimana angka kelahiran di negaranya mencapai titik kritis. Berbagai upaya dilakukan pemerintah, salah satunya memberikan pekerja laki-laki cuti melahirkan.
Dilansir dari Japan Today, Kamis, 20 Maret 2023, beberapa waktu terakhir pihak berwenang sedang mengampanyekan istilah 'ikumen' yang menggabungkan kata-kata Jepang ikuji, yang berarti merawat anak-anak, dan ikemen merujuk pada pria berpenampilan keren.
Pemerintah Jepang secara luas mempromosikan istilah tersebut dalam dekade terakhir untuk memerangi jam kerja yang terkenal panjang di negara itu.
Durasi kerja di kantor itu tidak hanya menghilangkan waktu keluarga ayah yang gila kerja dan ibu yang tinggal di rumah, namun faktor ini juga mendorong rendahnya tingkat kelahiran di sana.
Perdana Menteri Fumio Kishida pekan lalu meluncurkan serangkaian kebijakan, termasuk peningkatan tunjangan anak dan janji memberikan pekerja laki-laki untuk mengambil cuti melahirkan serta gaji yang meningkat dari 14% menjadi 50% pada tahun 2025, dan 85% pada tahun 2030.
Para Laki-laki Takut Ambil Cuti Melahirkan
Makoto Iwahashi, anggota POSSE, serikat pekerja yang didedikasikan untuk pekerja muda mengatakan meskipun pemerintah bermaksud baik, banyak pria Jepang terlalu takut untuk mengambil cuti melahirkan karena berdampak pada pekerjaan mereka.
Pria Jepang berhak atas empat minggu cuti ayah yang fleksibel dan tetap bisa mendapatkan 80% dari gaji mereka berdasarkan undang-undang yang disahkan oleh parlemen Jepang pada tahun 2021.
Iwahashi mengatakan, terlepas dari hukum, laki-laki Jepang tetap takut mengambil cuti karena berdampak negatif pada prospek promosi atau kemungkinan mutasi ke posisi lain dengan tanggung jawab yang lebih sedikit.
Meskipun ilegal untuk mendiskriminasi pekerja yang mengambil cuti hamil dan ayah di Jepang, Iwahashi mengatakan pekerja dengan kontrak jangka waktu tertentu sangat rentan.
"Sedikit perubahan pada cuti ayah tidak akan secara signifikan mengubah tingkat kelahiran yang menurun," kata dia.
Hisakazu Kato, seorang profesor ekonomi di Universitas Meiji di Tokyo, mengatakan bahwa perusahaan besar memang lebih menerima cuti melahirkan selama bertahun-tahun, dibanding dengan perusahaan kecil yang masih keberatan.
"Perusahaan kecil takut mereka akan menghadapi (kekurangan pekerja) karena cuti mengasuh anak, dan ini memberi tekanan pada ayah muda yang ingin mengambil cuti mengasuh anak di masa depan," katanya.
Pada konferensi pers minggu lalu, perdana menteri mengakui kekhawatiran tersebut dan berjanji untuk mempertimbangkan memberikan tunjangan bagi usaha kecil dan menengah. Untuk detailnya nanti akan diumumkan pada bulan Juni di cetak biru kebijakan tahunannya.
Dia juga meluncurkan rencana yang bertujuan untuk meningkatkan penyerapan cuti ayah dengan mendorong perusahaan untuk mengungkapkan kinerja mereka.