Protes Kembali Pecah di Peru, Massa Bentrok dengan Aparat Meski Presiden Serukan Gencatan Senjata
- AP Photo/Martin Mejia.
VIVA Dunia – Protes kembali pecah di Peru. Ribuan pengunjuk rasa turun ke jalan-jalan di ibu kota dan polisi melemparkan tembakan gas air mata di tengah bentrokan dengan pasukan keamanan, beberapa jam setelah Presiden Peru, Dina Boluarte, menyerukan adanya gencatan senjata dalam gelombang protes di negara itu.
Protes antipemerintah pada Selasa, 24 Januari 2023, adalah protes yang terbesar sejak pekan lalu, ketika sekelompok besar orang turun ke jalan ibu kota untuk menuntut pengunduran diri Boluarte, pemilihan umum segera, dan pembubaran Kongres.
“Kami tidak dapat mengadakan gencatan senjata ketika dia tidak mengatakan yang sebenarnya,” kata Blanca Espana Mesa yang berbicara tentang presiden Peru, dikutip dari AP, Rabu, 25 Januari 2023.
Meski matanya berkaca-kaca akibat gas air mata, Espana Mesa, mengatakan dia senang karena banyak orang yang datang hari ini. Seolah-olah orang telah bangun.
Protes besar antipemerintah terjadi di daerah terpencil Peru, setelah penggulingan Presiden Pedro Castillo. Krisis yang telah memicu kekerasan politik terburuk di Peru dalam lebih dari dua dekade dimulai ketika Castillo, pemimpin pertama Peru dari latar belakang pedesaan Andean, mencoba menghentikan proses pemakzulan ketiga dari pemerintahan mudanya dengan memerintahkan pembubaran Kongres pada 7 Desember.
Namun, upaya pemakzulannya gagal dan polisi nasional malah menangkapnya.
Sejak protes besar itu, 56 orang tewas di tengah kerusuhan yang melibatkan pendukung Castillo, 45 di antaranya tewas dalam bentrokan langsung dengan pasukan keamanan, menurut ombudsman Peru. Meski demikian, tidak ada kematian yang terjadi di Lima.
Pada hari Selasa, 24 Januari 2023, polisi menembakkan gas air mata berkali-kali saat mereka memblokir jalan para pengunjuk rasa, yang tampak lebih terorganisir dari sebelumnya. Bau gas air mata merembes ke udara dan dapat dirasakan bahkan dari jarak satu blok ketika orang-orang yang pulang kerja tiba-tiba harus menutupi wajah mereka untuk mencoba mengurangi sengatannya.
“Pembunuh,” teriak para pengunjuk rasa, beberapa di antaranya melempari polisi dengan batu.
Bahkan setelah sebagian besar pengunjuk rasa pergi, polisi terus menembakkan gas air mata untuk membubarkan sekelompok kecil orang di sebuah alun-alun di depan Mahkamah Agung negara itu.