Pria Irak Buka Gerai Starbucks Tanpa Izin Resmi, Klaim Punya Bekingan Milisi dan Tokoh Politik

Gerai Starbucks yang tidak memiliki izin merek resmi di Baghdad Iran.
Sumber :
  • AP Photo/Ali Abdul Hassan.

VIVA Dunia – Segala sesuatu benar-benar terlihat mirip, mulai dari papan nama di luar hingga serbet yang memiliki lambang resmi dari rantai kopi internasional teratas Starbucks. Namun tempat coffe shop itu di Bagdad, ibu kota Irak, bukan benar-benar milik resmi dari Starbucks, melainkan usaha dari salah satu warga lokal yang tidak memiliki izin resmi dari merek ternama Starbucks.

Merchandise Starbucks memang asli, dan diimpor dari negara tetangga untuk mengisi tiga kafe di ibu kota, tetapi semuanya beroperasi secara ilegal. Mengenai hal tersebut, Starbucks mengajukan gugatan untuk menghentikan pelanggaran merek dagang, tetapi kasus itu dihentikan setelah pemiliknya mengancam pengacara yang disewa oleh kedai kopi ternama itu.

Berhati-hatilah, katanya kepada mereka, seraya membanggakan bahwa dia memiliki hubungan dengan milisi, dan tokoh politik yang kuat di negara itu, menurut pejabat AS dan sumber hukum Irak. “Saya seorang pengusaha,” kata Amin Makhsusi, pemilik cabang palsu, dalam sebuah wawancara pada September lalu.

Gerai Starbucks yang tidak memiliki izin merek resmi di Baghdad Iran.

Photo :

Dia juga membantah melakukan ancaman tersebut. “Saya memiliki ambisi untuk membuka Starbucks di Irak.”

Melansir dari AP, Jumat, 23 Desember 2022, setelah permintaannya untuk mendapatkan lisensi dari agen resmi Starbucks di Timur Tengah ditolak, dia tetap memutuskan untuk membukanya tanpa izin resmi, dan akan menanggung konsekuensinya. Pada bulan Oktober, dia mengatakan bahwa dia tetap menjalankan kafe itu, dan hingga saat ini kafe tersebut masih terus beroperasi.

Saat ini, Starbucks sedang mengevaluasi langkah selanjutnya, tulis seorang juru bicaranya pada hari Rabu, 21 Desember 2022. “Kami memiliki kewajiban untuk melindungi kekayaan intelektual kami dari pelanggaran untuk mempertahankan hak eksklusif kami atasnya.”

Makhsusi menegaskan dia mencoba jalur hukum tetapi ditolak lisensinya dari agen regional Starbucks yang berbasis di Kuwait. Dia juga mengatakan dia berusaha menghubungi Starbucks melalui kontak di Amerika Serikat, tetapi ini juga tidak berhasil.

Dia menggambarkan keputusannya untuk tetap membuka cabang sebagai kemenangan atas kesulitannya selama ini yang berusaha mendapat izin resmi dari merek ternama itu. Cangkir, stik pengaduk, dan pernak-pernik Starbucks lainnya diperoleh dari Turki dan Eropa, menggunakan kontaknya, katanya.  

“Kopinya, semuanya asli Starbucks,” tambah Makhususi.

Makhsusi mengatakan dia mengadakan sesi pembicaraan dengan seorang pengacara di Baghdad untuk mencapai kesepakatan dengan perusahaan kopi, tetapi sejauh ini mereka belum mencapai solusi.

Starbucks.

Photo :

Kisah Starbucks hanyalah salah satu contoh dari apa yang diyakini pejabat dan perusahaan AS sebagai masalah yang berkembang. Irak telah muncul sebagai pusat pelanggaran dan pembajakan merek dagang yang melintasi berbagai sektor, dari ritel hingga penyiaran dan obat-obatan.

Regulasi lemah, kata mereka, sementara pelaku pelanggaran kekayaan intelektual dapat terus melakukan bisnis terutama karena mereka mendapat perlindungan dari kelompok yang kuat. Pemalsuan membahayakan merek-merek terkenal, merugikan perusahaan miliaran dalam pendapatan yang hilang dan bahkan membahayakan nyawa, menurut bisnis yang terkena dampak pelanggaran.

Irak mencari investasi asing dari ekonomi berbasis minyaknya, dan kekayaan intelektual kemungkinan besar akan menjadi pusat perhatian dalam negosiasi dengan perusahaan. Namun, bekerja untuk menegakkan hukum dan memberantas jaring pelanggaran yang luas, telah digagalkan oleh perkembangan yang lebih mendesak di negara yang dilanda krisis, atau digagalkan oleh para pebisnis yang memiliki koneksi yang baik.

“Ketika Irak berusaha untuk mendiversifikasi ekonominya di luar sektor energi dan menarik investasi asing di sektor berbasis pengetahuan, sangat penting bagi perusahaan untuk mengetahui hak paten dan kekayaan intelektual mereka akan dihormati dan dilindungi oleh pemerintah,” kata Steve Lutes, wakil presiden dari Urusan Timur Tengah di Kamar Dagang AS.