Tersangka Penembakan 51 Jemaah Masjid di Selandia Baru Ajukan Banding
- Instagram/@beritaalhijrah
VIVA Dunia – Pria yang menembak 51 jemaah Muslim di Selandia Baru mengajukan banding atas vonis dan hukumannya. Kejadian itu merupakan penembakan massal paling mematikan dalam sejarah Selandia Baru.
Pengadilan Banding Selandia Baru mengkonfirmasi pada Selasa, 8 November 2022, pria bersenjata tersebut, Brenton Tarrant telah mengajukan banding pekan lalu. Pengadilan mengatakan tanggal sidang belum ditetapkan.
Melansir dari AP, Selasa, 8 November 2022, Tarrant menembak mati jemaah di dua masjid Christchurch saat salat Jumat pada Maret 2019.
Serangan itu juga mengakibatkan puluhan orang lainnya luka parah. Kejadian tersebut dia siarkan langsung melalui akun Facebook miliknya.
Tahun berikutnya, Tarrant mengaku bersalah atas 51 dakwaan pembunuhan, 40 dakwaan percobaan pembunuhan, dan satu dakwaan terorisme.
Dia dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat. Hukuman itu merupakan hukuman maksimum yang tersedia di Selandia Baru.
Namun dalam dokumen pengadilan sebelumnya, Tarrant mengklaim bahwa dia mengalami perlakuan tidak manusiawi atau direndahkan saat ditahan selama berbulan-bulan di sel isolasi setelah penembakan. Dia mengatakan dia hanya mengaku bersalah di bawah tekanan.
Tarrant memecat salah satu pengacaranya pada tahun 2021. Tidak jelas apakah pengacara lain mewakilinya dalam pengajuan banding tersebut atau apakah dia mewakili dirinya sendiri.
Temel Atacocugu, yang selamat setelah ditembak sembilan kali selama serangan di masjid Al Noor, mengatakan kepada Stuff bahwa pria bersenjata itu sedang bermain-main dan mencari perhatian dengan mengajukan banding.
"Saya ingin mengatakan kepadanya 'Tumbuhlah, jadilah seorang pria dan mati dengan tenang di penjara, karena itulah yang pantas Anda dapatkan,'" kata Atacocugu.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern mengatakan, dia telah berjanji sejak lama untuk tidak menyebutkan nama teroris secara terbuka.
"Ini adalah kisah yang tidak boleh diceritakan dan dia adalah nama yang tidak boleh diulang dan saya akan menerapkan aturan mengenai hal tersebut,” kata Ardern.
"Kita seharusnya tidak memberinya apa-apa."
Serangan itu mendorong Selandia Baru untuk segera mengeluarkan undang-undang baru yang melarang jenis senjata semi-otomatis paling mematikan.
Dalam skema pembelian kembali berikutnya, pemilik senjata menyerahkan lebih dari 50.000 senjata kepada polisi.
Serangan itu juga mendorong perubahan global pada media sosial, karena perusahaan teknologi berusaha mencegah atau dengan cepat menghentikan serangan di masa depan agar tidak disiarkan secara langsung.