Negara-negara yang Saling Berkonflik Masuk CICA, Bisakah Putin Mendamaikan?

Presiden Putin berbicara di KTT Cica di Astana, Kazakhstan
Sumber :
  • Konstantin Zavrazhin, Sputnik, Kremlin Pool Photo via AP

VIVA Dunia – Presiden Rusia Vladimir Putin mengungkapkan bahwa Rusia menginginkan penyelesaian yang adil untuk masalah Palestina-Israel sejalan dengan resolusi PBB. Putin mengungkapkan hal itu dalam pertemuan dengan timpalannya dari Palestina, Mahmoud Abbas, pada Kamis, 13 Oktober 2022.

"Rusia memiliki sikap berprinsip berdasarkan resolusi fundamental Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tetap tidak berubah," kata Putin kepada Abbas selama pembicaraan di ibukota Kazakhstan, Astana, di sela-sela pertemuan puncak regional Conference on Interaction and Confidence Building Measures in Asia (CICA).

Disebutkan bahwa CICA merupakan suatu organisasi antar-pemerintah mengenai keamanan internasional yang berkembang di kawasan Asia Tengah. Tujuan pendirian CICA adalah untuk menciptakan perdamaian, keamanan dan stabilitas di Asia dan seluruh dunia.

Dalam CICA bergabung sejumlah negara yang diketahui tengah berkonflik seperti Israel dan Palestina juga Pakistan dan India yang masih tegang soal Kahsmir dan Jammu. Negara anggota CICA yakni Afghanistan, Azerbaijan, Bahrain, China, India, Iran, Irak, Israel, Yordania, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Mesir, Mongolia, Pakistan, Palestina, Korea Selatan, Rusia, Tajikistan, Thailand, Turki, Uni Emirat Arab, Uzbekistan,dan Vietnam. Kebanyakan memang berada di wilayah Asia Barat.

Dari deretan anggota itu jelas bahwa Rusia dan China menjadi dua negara kuat yang ada di dalamnya. Pertemuan pemimpin negara CICA dihelat pertama kalinya pada tahun 2002 silam.

Melansir dari Middle East Monitor, Jumat, 14 Oktober 2022, Putin mengatakan Moskow terus memantau perkembangan di Timur Tengah.

Mengenai kerja sama bilateral dengan Palestina, dia mengatakan banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan hubungan ekonomi.

Sementara itu Abbas juga memuji posisi Rusia di pemukiman Palestina-Israel.

"Kami percaya dan tahu bahwa Rusia memiliki posisi yang jelas tentang penyelesaian itu, dan saya benar-benar yakin bahwa itu tidak akan pernah berubah. Kami tahu betul bahwa Rusia membela keadilan, untuk hukum internasional," katanya.

Abbas menekankan perlunya peran yang lebih besar dari Kuartet Timur Tengah, yang terdiri dari PBB, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa dan Rusia.

Dia menilai bahwa kelompok itu harus memimpin penyelesaian Palestina-Israel, bukan negara atau organisasi individu.

"Kami tidak ingin Amerika dengan dalih apa pun, hanya terlibat dalam menyelesaikan masalah Palestina," kata Abbas lagi.

"Itu bisa menjadi bagian dari kuartet, memainkan peran di sana, tetapi kami tidak akan pernah menerima monopolinya dalam masalah penyelesaian," tambahnya.

Dia juga menggarisbawahi soal terjadinya krisis pangan di Palestina dan meminta Rusia untuk mempercepat pengiriman biji-bijian.