PM Jepang Desak Reformasi di PBB untuk Hentikan Agresi Rusia
- AP Photo/Jason DeCrow.
VIVA Dunia – Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengecam invasi Rusia ke Ukraina yang mengganggu stabilitas tatanan internasional. Dia mengatakan menyerukan PBB untuk lebih berperan mempertahankan perdamaian dan ketertiban global, bahwa aturan hukum seperti Piagam PBB harus berada di atas pemaksaan kekuasaan.
PBB dulu memainkan peran sentral dalam menjaga perdamaian dunia, tetapi "dasar tatanan internasional terguncang dengan keras sekarang," kata Kishida dalam pidatonya di majelis tahunan para pemimpin dunia PBB, Selasa 20 September 2022.
"Invasi Rusia ke Ukraina menginjak-injak filosofi dan prinsip Piagam PBB dan gagasan bahwa semua negara harus mengikuti aturan hukum, katanya. Kita harus menghadapi kenyataan bahwa integritas PBB terancam karena invasi Ukraina oleh Rusia, yang merupakan anggota Dewan Keamanan PBB,” kata Kishida dilansir dari AP, Rabu 21 September 2022.
Reformasi telah dibahas selama hampir 30 tahun, katanya. “Yang kita butuhkan adalah tindakan menuju reformasi, bukan hanya bicara.”
Rusia adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dan telah menolak kritik atas tindakannya di Ukraina.
Kishida, yang berasal dari Hiroshima, kota pertama yang pernah mengalami serangan bom nuklir, juga mengecam ancaman penggunaan senjata nuklir oleh Rusia.
Rusia menginvasi Ukraina pada 24 Februari 2022. Tidak lama setelah itu, Presiden Rusia Vladimir Putin secara tidak langsung mengemukakan tentang kemungkinan serangan nuklir.
"Ancaman senjata nuklir, seperti yang dilakukan Rusia kali ini, apalagi penggunaannya, merupakan ancaman serius bagi perdamaian dan keselamatan komunitas internasional, dan tidak pernah bisa diterima," kata Kishida.
Dalam pidatonya, Kishida menegaskan kembali bahwa dia siap untuk bertemu dengan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un untuk menyelesaikan masalah mengenai program senjata nuklir dan rudal Pyongyang. PM Jepang itu juga menyatakan siap untuk membahas kasus penculikan warga Jepang beberapa dekade lalu dan untuk menormalkan hubungan diplomatik Jepang dengan Korut.