Bentrokan Antar Etnis di Sudan, 7 Orang Tewas
- Video BBC
VIVA Dunia – Sedikitnya tujuh orang tewas dalam bentrokan atau kekerasan antar etnis di negara bagian selatan Sudan, beberapa minggu setelah bentrokan besar di negara itu.
Sedikitnya 23 lainnya terluka dalam serangan kekerasan terbaru, yang terjadi di dua bagian negara bagian itu. Penyebabnya masih dalam penyelidikan pada hari Jumat, 2 September 2022 kata pihak keamanan negara bagian Nil Biru.
Menurut portal berita Sudan Tribune yang berbasis di Prancis, Pihak keamanan juga mengumumkan jam malam di dua kota besar al-Damazin dan al-Roseires.
Aktivis Bashir Hassan Bashir mengatakan kepada situs berita bahwa kekerasan tampaknya berasal dari perselisihan setelah anggota kelompok etnis Hausa yang mencari tempat tinggal di gedung-gedung atau rumah yang mereka telah tinggalkan selama bentrokan pada bulan juli lalu.
Selama bulan itu, bentrokan antara suku Hausa dan Birta menyebabkan 105 orang tewas.
Bentrokan itu memaksa ribuan orang meninggalkan rumah mereka, dengan banyak yang mengatakan kepada Al Jazeera bahwa pertempuran yang sedang berlangsung telah memperumit akses bantuan kepada mereka yang terlantar secara internal di negara bagian tersebut.
Kekerasan tersebut menyusul tuduhan dari Birta, yang telah lama mendiami negara bagian Nil Biru, bahwa Hausa, yang mendiami daerah pertanian di seluruh negeri, mencoba untuk mengklaim bagian dari tanah mereka.
Hausa mengatakan kekerasan dimulai setelah Birta menolak permintaan mereka untuk menciptakan "otoritas sipil untuk mengawasi akses ke tanah".
Para pemimpin militer Sudan, yang merebut kekuasaan pada Oktober 2021, mengatakan mereka ingin menjaga stabilitas negara dan bekerja untuk meningkatkan keamanan.
Namun, pengamat mengatakan pengambilalihan militer telah menciptakan kekosongan keamanan yang telah menyebabkan kebangkitan kekerasan suku di beberapa daerah yang telah lama dilanda kerusuhan.
Kekerasan baru-baru ini juga pecah di wilayah pesisir timur negara itu dan di Darfur, meskipun pemerintah mencapai kesepakatan damai dengan kelompok pemberontak di wilayah barat pada 2020. Para pengunjuk rasa menuduh penguasa militer gagal melindungi warga sipil dan semakin memicu konflik suku.