Hidup Kian Sulit, Para Buruh Wanita Sri Lanka Terpaksa Jual Diri

Antrean panjang di Sri Lanka di tengah kelangkaan minyak tanah-minyak goreng (viva)
Sumber :
  • vstory

VIVA Dunia – Ada tren kondisi buruk yang berkembang di kalangan perempuan Sri Lanka yang bekerja di industri tekstil. Mereka kinj beralih ke pekerjaan seks untuk kelangsungan hidup finansial di tengah ketakutan akan maupun yang sudah diberhentikan oleh majikan mereka karena krisis ekonomi, menurut laporan The Morning.

Sebuah investigasi media telah mengungkapkan bahwa banyak pekerja perempuanyang takut kehilangan pekerjaan mereka di industri tekstil karena situasi ekonomi terburuk. Akhirnya mencari pekerjaan alternatif untuk menambah penghasilan mereka.

“Kami mendengar bahwa kami akan kehilangan pekerjaan karena krisis ekonomi di negara ini dan solusi terbaik yang dapat kami lihat saat ini adalah pekerja seks. Gaji bulanan kami sekitar Rs.28.000 (Rp1,1 juta) dan maksimum yang bisa kami peroleh adalah Rs.35.000 (Rp1,4 juta). Tapi dengan transaksi seks kami bisa mendapatkan lebih dari Rs.15.000 per hari. Tidak semua orang bisa setuju tetapi inilah kenyataannya,” kata salah satu pekerja wanita tersebut kepada jurnalis.

“Saya dari pedesaan dan satu-satunya pencari nafkah keluarga saya. Saya tidak bisa pulang, dan tanpa pekerjaan saya tidak bisa bertahan hidup," ujarnya lagi dikutip dari The Morning Jumat, 29 Juli 2022.

"Saya tahu ada orang yang menghasilkan banyak uang dari pekerjaan seks. Mereka tinggal di sebelah tempat kos kami. Awalnya saya tidak suka, tapi sekarang saya tidak punya pilihan lain,” pekerja perempuan lainnya ikut menjawab.

Sementara itu, Ashila Dandeniya, Direktur Eksekutif Stand Up Movement Lanka (SUML) kelompok advokasi pekerja seks terkemuka di negara itu  mengatakan mereka mengalami peningkatan kehamilan yang tidak aman dan prostitusi di kalangan pekerja tekstil.

Peluang di bidang pertanian saat ini tidak tersedia bagi perempuan karena hasil panen turun hingga 50 persen tahun lalu dan sebagian besar lahan pertanian negara tetap menganggur setelah mantan presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa melarang impor pupuk kimia pada Mei 2021 lalu.

Dandeniya menggambarkan perpindahan besar perempuan ke Kolombo sejak Januari 2022, banyak yang datang dari desa-desa terpencil di Sri Lanka. Mayoritas perempuan sebelumnya bekerja di pabrik garmen.

“Para wanita ini hanya bekerja di industri garmen seumur hidup mereka.  Mereka tidak memiliki pelatihan profesional untuk mencari pekerjaan lain yang terampil," kata Dandeniya.

Namun pekerja seks juga terpengaruh oleh kelangkaan bahan bakar dan listrik saat ini.

Seorang pekerja seks mengatakan bahwa sebelum krisis dia bisa mendapatkan Rs.20.000 (Rp817 ribu) per hari, tetapi sekarang dia hanya menghasilkan Rs.3.000 (Rp122 ribu) per minggu.

“Kami perlu membayar taksi dan tarifnya tinggi karena kenaikan bahan bakar. Terkadang kita berpikir bahwa kita telah membuat keputusan yang salah. Kami melepaskan pekerjaan tetap kami dan kami sekarang tidak dapat bertahan hidup dengan pilihan yang kami buat," kata salah seorang pekerja seks.