Kurangi Ketergantungan, Negara G7 Larang Impor Minyak dari Rusia

Ilustrasi: Kapal tanker.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Berton Siregar

VIVA – Negara-negara kelompok Tujuh (G7) pada Minggu 8 Mei 2022, berjanji untuk melarang impor minyak Rusia sebagai sanksi tambahan terhadap invasi Moskow ke Ukraina.

“Kami berkomitmen untuk menghapus secara bertahap ketergantungan kami pada energi Rusia, termasuk dengan menghapus atau melarang impor minyak Rusia,” demikian pernyataan tertulis para pemimpin negara-negara G7, usai pertemuan online yang juga dihadiri oleh Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky.

Mereka juga menambahkan bahwa tindakan Presiden Rusia Vladimir Putin atas Ukraina mempermalukan Rusia dan pengorbanan bersejarah rakyatnya.

Baca juga: Waspada, Sudah 15 Kasus Hepatitis Akut Ditemukan di Indonesia

Bertujuan untuk isolasi Rusia di semua sektor ekonominya, negara-negara G7 mengatakan bahwa mereka akan mengambil langkah-langkah untuk melarang atau mencegah penyediaan layanan utama yang menjadi sandaran Rusia.

Mereka menegaskan kembali komitmen mereka untuk melanjutkan tindakan terhadap bank-bank Rusia yang terkait dengan ekonomi global dan secara sistemik terhadap sistem keuangan Rusia.

“Kami akan melanjutkan upaya kami untuk melawan upaya rezim Rusia untuk menyebarkan propagandanya. Perusahaan swasta yang terhormat tidak boleh memberikan pendapatan kepada rezim Rusia atau afiliasinya yang memberi makan mesin perang Rusia,” kata pernyataan negara-negara G7, dikutip dari The Sundaily, Senin 9 Mei 2022.

Kapal Tanker

Photo :
  • Ist

“Kami juga akan melanjutkan dan meningkatkan kampanye kami melawan elit keuangan dan anggota keluarga yang mendukung Presiden Putin dalam upaya perangnya dan menyia-nyiakan sumber daya rakyat Rusia. Konsisten dengan otoritas nasional kami, kami akan menjatuhkan sanksi pada individu tambahan,” tambahnya.

Para pemimpin juga mengulangi kecaman mereka atas serangan Rusia di Ukraina, yang dimulai pada 24 Februari 2022 lalu, dan telah menyebabkan 3.309 warga sipil tewas.

Tidak hanya itu, ada 3.493 warga sipil lainnya yang terluka, menurut perkiraan PBB. Mereka juga mengkhawatirkan bahwa ada jumlah korban yang jauh lebih tinggi.